DPRKPP Sebut Masih Banyak Bangunan Gedung di Surabaya Belum Mempunyai SLF

oleh

Surabaya – Surabaya yang notabene kota terbesar kedua di Indonesia banyak gedung tinggi ternyata tak banyak memiliki sertifikat laik fungsi (SLF). Pasalnya SLF merupakan syarat gedung dinyatakan aman.

Sekretaris Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) Kota Surabaya Aly Murtadlo mengatakan masih banyak bangunan gedung di Surabaya yang belum mempunyai SLF.

Pihaknya baru menemukan 51 bangunan yang belum mempunyai SLF. Oleh karena itu ke depan pihaknya akan rutin melakukan pengecekan terhadap bangunan agar dinyatakan aman melalui SLF.

“Masih banyak tentunya gak hanya yang kita temukan 51 bangunan (gedung),” katanya, Selasa (19/4/2022)

Sepanjang 2022 ini, pihaknya sudah melakukan teguran 20 bangunan yang belum ber-SLF. Namun belum ada penyegelan atau upaya penutupan ijin operasional gedung tersebut.

“Sepanjang 2022 ini sudah 20 bangunan yang sudah kami tegur. Kalau sekarang sudah sampai 2 peringatan sudah ada datanya. Sejauh ini belum ada penyegelan,”terangnya.

Ia menambahkan SLF ini tidak ada kaitannya dengan IMB. Karena kedua ijin tersebut berbeda fungsinya.

“IMB gak sesuai itu sudah dapat teguran belum ke SLF,” imbuhnya.

Bahkan kejadian TP 5 yang terbakar kemarin merupakan peringatan bagi bangunan-bangunan tinggi yang wajib mengantongi SLF.

Karena menurutnya sangat bahaya apabila gedung tinggi tidak mempunyai SLF karena tidak persyaratan kelaikan teknis sesuai fungsi bangunan berdasar hasil pemeriksaan.

Pihaknya akan memberikan sanksi tegas apabila bangunan tidak ada SLFnya.

“Kalau tidak ada SLF kami akan tegur sekali kemudian peringatan tiga kali berturut-turut selama seminggu. Setelah tidak ada tanggapan baru kita akan lakukan penghentian ijin operasional. Dan kami meminta bantu kepada Satpol PP,” terang Aly.

Aly menjelaskan pemeriksaan yang menjadi syarat dari kelaikan fungsi bangunan di antaranya adalah kesesuaian fungsi, persyaratan tata bangunan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan, serta kemudahan bangunan gedung. Sehingga dalam hal ini, SLF harus dimiliki pengguna bangunan gedung, bahkan sebelum digunakan untuk kegiatan operasional.

“Jadi urutannya surat keterangan peruntukan gedung, IMB, SLF. Diman SLF ini akan mengecek komitmen mereka pada ijin yang telah ditetapkan misalnya TPS limbah B3 hingga kolam tampung,” terangnya.

Meski demikian, di Surabaya sudah dibawah 80 persen gedung yang mengantongi SLF. Ia menyebut kendala yang dihadapi pemilik selama ini yakni adanya rekomendasi dari dinas yang tidak bisa dilakukan, kemudian biaya mahal saat memenuhi persyaratan. Namun ijin tersebut tetap harus dipenuhi dan harus diurus.

“Banyak, misalnya mereka enggan memenuhi persyaratan dengan alasan biaya mahal. Makanya perlu SLF tersebut diurus sendiri tidak usah menggunakan jasa konsultan karena akan berbeda penyampaian penjelasan. Nanti alasannya berkasnya masih ditumpuk dan sebagainya,” ungkapnya.

Anggota komisi A DPRD Kota Surabaya, Imam Syafi’i mengatakan bahwa pemilik gedung harusnya patuh terhadap perwali 14 tahun 2018 yang mengatur tentang SLF. Pemkot pun juga harus tegas terhadap gedung-gedung yang belum mengurus SLF.

“Kalau pemerintah kota tidak tegas maka aturan itu hanya macan kertas ompong,” kata Imam.

Ia pun menemukan 49 bangunan yang belum mempunyai SLF dan 106 yang sudah dalam pengajuan SLF. Bahkan dari terbakar TP 5 terungkap bangunan tersebut belum mempunyai SLF.

“Yang menarik saat ini TP 1-3 belum punya SLF dan ini melengkapi TP 5. Namun yang sudah punya SLF yakni TP 6. Ini harus segera diberikan sanksi. Jangan sampai kejadi kebakaran ini hanya sebuah takdir. Tapi secara rasional dikarenakan belum ada pengujian terhadap bangunan tersebut (SLF),”tegas Imam.

Imam juga mengaku pihaknya akan memanggil pihak pengelola TP 5 untuk mengetahui sejauh mana pengurusan SLF. Karena kabar dari pihak DPRKPP Surabaya di awal Januari, pihak pengelola TP 5 sempat berkoordinasi dengan DPRKPP Surabaya untuk pengurusan SLF namun nyatanya sampai kejadian terbakar 13 April lalu, belum juga kembali untuk mengurus SLF.

“Tentu kami akan panggil nantinya untuk mengetahui sejauh mana pengurusan SLF bersamaan dengan pihak pengelola gedung yang belum mempunyai SLF “ujarnya.

Sementara itu salah satu staf operasional Bale Hinggil, Adi mengaku pihaknya sudah mengajukan pengurusan SLF melalui jasa konsultan. Namun hingga kini sertifikat itu belum juga selesai. Padahal apartemen tersebut sudah beroperasi sejak 2019 lalu. Selain itu okupansi apartemen sudah mencapai 1.200 lebih dari total 1.931 unit.

“Memang kami beroperasi dulu di tahun 2019, tapi belum mempunyai SLF. Karena kami mengurus melalui jasa konsultan. Dan kata pihak tersebut masih menunggu proses dari dinas,”ungkap Adi.    (irw/mat)