Soal Pembongkaran Tanah, PT Darmo Green Land Argumentasi Dengan Pemkot Surabaya

oleh
Foto : Pembokaran tanah diwilayah Darmo Green Land
Foto : Pembokaran tanah diwilayah Darmo Green Land

Surabaya – Pembongkaran tanah seluas 725 M2 oleh pemerintah kota surabaya (Pemkot) yang berlokasi diwilayah Darmo Green Land pasalnya tanah tersebut diklaim milik PT Darmo Green Land (DGL) sempat terjadi argumentasi dengan Pemerintah Kota Surabaya (Pemkot) dilokasi pembokaran tanah. Jumat (07/10/2016)

Kepala Sub Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Surabaya Ignatius Hotlan mengatakan, Pemkot Surabaya harus mengambil alih sebagian tanah yang diklaim milik PT. DGL tersebut karena menurut SKRK yang diajukan sendiri oleh PT. DGL, tanah itu adalah jalan sehingga harus dikembalikan lagi fungsinya sebagai jalan.

“Kami mengapresiasi itikad baik dari PT. Darmo Green Land untuk membongkar tembok tapi faktanya di area jalan ini masih ada barang-barang berupa timbunan tanah maupun lainnya yang mengganggu fungsi jalan. Ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Jalan, Perda Nomor 10 tahun 2000 tentang Jalan serta Perda Nomor 2 tahun 2014, “ Kata Hotlan.

Menurut Hotlan menjelaskan, Bahwa siapapun dilarang untuk menaruh barang apapun di badan jalan. Menurut data SKRK maupun data Dishub Kota Surabaya, tanah ini adalah jalan. Oleh karena itu, Pemkot Surabaya meminta itikad baik pengembang untuk memfungsikan kembali tanah ini menjadi jalan. Penertiban ini harus dilakukan karena hal ini adalah upaya terakhir.

Lanjut Hotlan menyampaikan, Pemkot Surabaya sudah melayangkan peringatan melalui sidang-sidang di pengadilan. Makanya, petugas yang hadir saat ini meminta itikad baik dari PT. Darmo Green Land. Karena pada acara eksekusi ini tidak dihadiri pihak PT. DGL secara langsung hanya diwakilkan kepada kuasa hukumnya,

“Maka itu melalui kuasanya, Pemkot Surabaya meminta supaya menyerahkan tanah ini ke Pemkot Surabaya untuk dikembalikan lagi fungsinya sebagai jalan,” Ujarnya.

Masih Hotlan menerangkan, Jika pengembang tidak mau menyerahkan tanah yang akan dieksekusi ini agar bisa difungsikan sebagai jalan, maka berdasarkan ketentuan yang ada di Perda, Pemkot Surabaya akan tetap melakukan penertiban,” Terang Hotlan disela pertemuan dengan kuasa hukum PT DGL dilokasi pembokaran tanah.

Sementara itu, Kuasa hukum PT. Darmo Green Land (DGL) Malvin Reinaldi mengatakan, Jika memang yang digunakan adalah Perda Bangunan maka yang seharusnya dipermasalahkan adalah bangunan atau tentang bangunan, bukan tanaman, sedangkan pemkot surabaya menggunakan putusan Nomer 133/PK TUN untuk melakukan pembongkaran.

“ Maka pada kesempatan ini kami juga ingin sampaikan, bahwa di sini sudah dijelaskan secara tegas fungsi jalan. Walaupun PT. DGL mempunyai SHGB nomor 690, kami harus mendapatkan ijin mendirikan bangunan, “ ujar Malvin.

Menurut Malvin menjelaskan, Definisi bangunan menurut Perda Bangunan adalah pekerjaan konstruksi yang melekat ditempat kedudukannya, bukan tanaman atau bukan tanah sehingga PT. Darmo Green Land berinisiatif untuk merobohkan bangunan. Yang kami pahami sebagai pertimbangan hukum, dirobohkan, dikompensasi baru diterapkan.

“Jadi, majelis hakim berpendapat bahwa hak PT. DGL bisa terampas. Kalau kami tidak bisa menggunakan hak kami, maka kami berhak atas kompensasi. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012. Ini adalah langkah lanjutan setelah pembongkaran, “ tegas Malvin.

Masih Malvin menerangkan, Beberapa waktu yang lalu, PT. DGL sudah membongkar sendiri tembok yang berdiri di atas tanah seluas 725 m2 tersebut. Kalau Pemkot Surabaya ingin mengambil alih, sudah sepatutnya Pemkot Surabaya juga memberikan kompensasi kepada PT. Darmo Green Land.

“Di obyek gugatan juga tertulis kata-kata pengembalian fungsi jalan. Namun, yang dilakukan untuk memfungsikan tanah ini sebagai jalan adalah Perda Bangunan. Bangunan yang berdiri di atasnya sudah kami robohkan. Kalau Pemkot Surabaya ingin mengambil alih tanah ini, monggo kami tidak keberatan, tapi, mohon ditempuh Undang-Undang Pengadaan Tanah, “ Terangnya.

Terkait soal siteplan, Menurut Marvin mengatakan, bahwa hal itu masih rencana. Faktanya, disini belum pernah ada jalan dan tidak pernah ada penimbunan. Apa yang ada di sini sudah ada sejak dulu,sedangkan untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial pengembang tidak pernah membayar pajak seperti jalan yang ada di depan ini.

” Tetapi khusus untuk tanah seluas 725 m2 ini, tiap tahun PT. DGL membayar pajak jumlahnya Rp. 8,9 juta dan masuknya ke Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Pemkot Surabaya. Hal ini harus diungkapkan karena PT. DGL punya sertifikat kapling,” Ujarnya. (irw/pay)