Komisi A Minta Tindak Tegas Pelaku Usaha Non Esensial Beroperasi di Masa PPKM Darurat

oleh

Surabaya – Dimasa pemberlakuan PPKM Darurat, Anggota Komisi A mendapatkan banyak pengaduan dari karyawan yang bekerja di sektor non ensensial.

“Saya dapat banyak aduan dari dari karyawan kantor yang bekerja di sektor non ensensial,” ujar Arif Fathoni. Jumat (09/07/2021) kepada wartawan

Pengaduan itu, Kata Legislator Golkar ini, karyawan diwajibkan bekerja dimasa PPKM Darurat, dan apabila tidak bekerja akan dikenakan sanksi tidak diberikan gaji maupun tunjangan lain.

“Menurut saya pelaku pelaku usaha (non esensial) yang egois begini ini harus ditindak,” tegas Arif Fathoni akrab disapa Thoni.

Karena, menurut dia, saat ini tidak ada satupun warga negara yang diuntungkan dalam masa PPKM Darurat.

Tetapi, kebijakan yang diambil ini untuk melindungi dan menyelamatkan nyawa warga secara umum.

“Toh ini (PPKM Darurat) hanya berlangsung sampai 20 juli 2021,” terang Thoni.

Beriringan dengan itu, kata Ketua Golkar Surabaya ini, upaya Pemerintah Pusat, Kota dan BUMN terus menerus mengencarkan vaksinasi.

“Ini menurut saya, kita harus maklumi kebijakan pengetatan ini (PPKM darurat) demi untuk kepentingan jangkan panjang bagi bangsa,” ujar Thoni.

Untuk penegak perda, dia berharap, tetap melaksanakan dengan humanis dan jangan melakukan penindakan yang bersifat otoriter atau represif.

“Karena hari ini kita harus memahami bahwa masyarakat sudah jenuh, dan kita dihadapkan dengan 2 pilihan,” kata Thoni.

Dua pilihan itu, kata dia, yakni bertahan dirumah tanpa penghasilan yang tidak bekerja disektor formal seperti pekerja harian dan lain sebagainya.

“Agar resistensi dan potensi disharmonisasi antar masyarakat dengan penegak perda itu tidak terjadi,” tuturnya.

Adanya pengaduan  dia mencontohkan, ada perusahaan non esensial di jln Embong Malang, sepeda motor milik karyawan dimasukan ke dalam gudang.

Sehingga perusahaan non esensial tersebut tampak tertutup, menurut dia, hal itu bisa berpontensi menimbulkan klaster covid-19.

“Pemilik izin usaha dan opersionalnya ya harus dicabut, misalnya seperti itu,” tegas Thoni.

Tetapi disisi lain, dia berharap, bahwa penegak perda berkaitan dengan proses penyekatan dan penindakan warung kopi bisa lebih humanis.

Karena, menurut dia, mereka (warung kopi) bekerja untuk menghidupkan diri sendiri dan keluarganya.

“Berbeda dengan perseroan atau perusahaan lain yang bisa berpotensi menimbulkan klaster covid-19,” kata Thoni.

Untuk itu, dia berharap, pemerintah kota lebih banyak melakukan operasi di gedung perkantoran, perusahaan di sektor non esensial yang masih beroperasi.

“Tetapi kalau yang usaha sendiri seperti warung kopi, tambal ban saya minta pemkot lebih persuasif,” tutur Thoni.    (irw)