Pembangunan Kawasan Kota Lama Wujud Kebhinekaan Warga Surabaya

oleh

Surabaya – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tak lama lagi segera meresmikan kawasan wisata Kota Lama.

Berbagai persiapan telah dilakukan oleh Pemkot Surabaya, mulai dari penataan tanaman, penerangan jalan umum (PJU), pedestrian, pengecatan gedung tua, dan sebagainya.

Semua itu disiapkan secara matang oleh pemkot, untuk membangkitkan kembali kawasan Kota Lama Surabaya.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya, Irvan Wahyudrajad mengatakan, penataan kawasan Kota Lama yang dilakukan oleh pemkot saat ini, bukan sekadar untuk daya tarik wisata dan roda perekonomian di Kota Surabaya saja. Akan tetapi, juga sebagai untuk mengingat kembali sejarah peradaban Kota Surabaya yang terjalin erat dalam benang kebhinekaan.

“Penataan Kota Lama Surabaya ini, akan terus dikembangkan dan ditata. Tidak hanya sekadar segabai destinasi wisata heritage, tapi juga akan menjadi destinasi wisata pendidikan, wisata kuliner, dan juga wisata religi,” kata Irvan, Minggu (23/6/2024).

Irvan menjelaskan, Kota Lama terdiri dari empat zona bagian. Yakni, zona Arab, Eropa, Melayu, dan Pecinan. Di zaman pendudukan Belanda, kawasan ini menjadi pusat pemerintahan, bisnis, hingga pertukaran budaya. Berbagai etnis pun berkumpul menjadi satu di kawasan ini. Mulai dari etnis Arab, Eropa, Madura, Melayu, Jawa, hingga Tionghoa.

Maka dari itu, ia ingin, kawasan ini bukan sekadar menjadi jujukan wisata saja, akan tetapi juga sebagai tempat untuk mengingat kembali sejarah terbentuknya Kota Pahlawan. Dengan begitu, maka rasa gotong royong, toleransi, saling menghargai sesama, dan nilai kebhinekaan warga Kota Surabaya akan semakin erat.

“Kota Lama Surabaya adalah wadah peleburan berbagai budaya, di mana harmoni dan toleransi menjadi landasan utama kehidupan masyarakatnya. Di sini, perbedaan bukan menjadi pemisah, melainkan kekuatan pemersatu yang melahirkan kekayaan budaya tak ternilai,” jelas Irvan.

Irvan menambahkan, penataan kawasan wisata Kota Lama masih akan terus dikembangkan, sehingga masing-masing zona tersebut saling terintegrasi satu sama lain. Salah satunya adalah di zona Arab. Rencananya, zona ini akan dikembangkan menjadi kawasan “improvement area” atau menguatkan identitas wisata Religi Sunan Ampel sebagai “moslem friendly tourism”.

“Selain itu juga akan dilakukan pengelolaan dan konektivitas zona, sehingga terlihat hubungan yang harmoni antar budaya yang ada di kawasan tersebut,” tambahnya.

Di samping itu, Pengamat Budaya dari Komunitas Begandring Soerabaia, Nanang Purwono mengatakan, Kota Lama bukan sekadar sebuah tempat wisata, akan tetapi juga menjadi tempat budaya yang mempesona. Senada dengan Irvan, kawasan ini juga bisa dijadikan sebagai tempat belajar tentang sejarah.

Bahkan, lanjut Nanang, juga bisa dijadikan sebagai tempat berburu kuliner lezat, dan merasakan atmosfer harmonis dari perpaduan budaya yang unik.

“Kota Lama adalah bukti nyata bahwa keberagaman adalah kekuatan, dan persatuan adalah kunci untuk mencapai kemajuan sebuah kota,” kata Nanang.

Sebenarnya, lanjut Nanang, kawasan Kota Lama terdiri dari lima bagian. Yaitu zona Arab, Eropa, Melayu, Pecinan, dan Jawa atau pribumi. Ia menjelaskan, letak zona tersebut berada di sekitar Ampel Denta. Alasannya, karena di zona ini banyak ditemukan tulisan aksara Jawa.

Maka dari itu, ia berharap kepada pemkot untuk menelisik lebih dalam lagi keberadaan zona Jawa atau pribumi ini. Tujuannya, agar bagian dari sejarah terbentuknya Kota Surabaya tidak terlupakan.

“Bahkan kata Ampel Denta itu berasal dari kawasan Ampel yang banyak ditumbuhi pohon bambu. Karena pohon bambu kalau terkena angin berbunyi atau berdenta-denta menjadi sebuah bunyi bunyian,” pungkasnya.

Sebelumnya, Wali Kota Surabaya Eri  Cahyadi mengatakan, rencananya kawasan wisata Kota Lama akan diresmikan pada 27 Juni 2024.

Peresmian tersebut bersamaan dengan kunjungan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie, sekaligus memberikan bantuan 20 unit sepeda listrik untuk Pemkot Surabaya. (*)