Terkait Surat Ijo, P2TSIS Datangi Kantor DPRD Surabaya

oleh

Surabaya – Sejumlah warga tergabung dalam Perkumpulan Penghuni Tanah Surat Ijo Surabaya (P2TSIS) mendatangi kantor DPRD Kota Surabaya untuk mengadukan nasibnya sebagai pemegang surat ijo.

Mereka mengeluhkan terkait tiga Raperda tentang Retribusi, PBB dan Aset Daerah yang akan dinaikan, tetapi dinilai tidak menguntungkan bagi mereka pemegang surat ijo, sedangkan disisi lain ada sebuah peristiwa yang dinilai menarik untuk disikapi.

“Yaitu Soal tanah Hibah oleh pemkot diberikan kepada Polda Jatim, Kejaksaan dan seterusnya sangat menyayat hati kami (P2TSIS) sebagai pemegang surat ijo,” ujar Muhammad Mukti Mubaruk Koordinator P2TSIS, Rabu, (24/07/2019) siang

Sebagai pemegang surat ijo, Direktur Pusat Kajian Advokasi Tanah (Pukat) ini mengatakan, sangat merasakan sejak berpuluh puluh tahun untuk berharap namun sampai sampai hari ini tidak ada satupun yang bisa memberikan harapan kepada kami (P2TSIS).

“Bahkan kami berkali kali hearing dengan DPRD Surabaya juga belum ada penyelesaian, apalagi masa jabatan Anggota DPRD Surabaya tidak satu bulan,” katanya. saat ditemui wartawan.

Ia bersama warga pemegang surat ijo lainnya berharap, agar pemegang surat ijo dibebaskan seperti yang ada di DKI, namun gol yang paling penting kita adalah sertifikasi tanah karena kita sudah 4o tahun berjuang sampai saat ini.

“Kita sudah ke BPN Pusat, Bupati, Gubenur, Mendagri dan seterusnya, bahkan saya sendiri sampai menghadap ke Menteri sampai butuh waktu dua tahun lamanya,” keluhnya.

Bukan hanya itu saja, lanjut ia juga mengeluhkan, bahwa mereka Pengadilan dan Kepolisian tiba- tiba mendapat hibah tanpa persetujuan DPRD Kota Surabaya hal ini menjadi cacatan kita.

“Jumlah surat ijo sekitar 46.000 persil, sedangkan warga yang tercatat ada 1,5 juta lebih,” ungkapnya.

Laporan yang disampaikan oleh Wali Kota, Ia mengungkapkan, jumlah pemegang surat ijo cuma ada 2,500 ribu yang pernah diberitakan oleh media massa, hal itu dinilai sangat menyakiti hati mereka pemegang surat ijo,  bahkan terkesan tidak dianggap.

“Kita mau beli asal sesuai dengan ketentuan hukum, tetapi sampai hari ini, kalau kita mau beli juga enggak bisa karena statusnya tanahnya tidak jelas, AJB dan kwitansinya dengan siapa nantinya ?,” pungkasnya. (irw)