Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti Berharap Jangan Ada Pengurangan Kader Kesehatan

oleh

Surabaya – Mendapatkan laporan keluhan terkait adanya pengurangan kader kesehatan hingga insentif yang sampai sekarang belum dicairkan.

“Saya hari ini mendapat laporan dari para kader kesehatan,” ujar Reni Astuti Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya.Kamis (24/02/2022)

Laporan keluhan itu, kata Politisi PKS ini, bahwa per hari ini ada pengurangan atau pemangkasan jumlah kader kesehatan

“Jumlahnya lumayan besar,” katanya.

Reni mencontohkan, diwilayah kelurahan wonokromo dari 400 sekian tinggal 297 dan banyuurip ada 150 kader kesehatan yang tidak lagi mendapatkan SK sebagai kader.

“Adanya persoalan ini saya sangat berharap kepada Dinas Kesehatan memahami kegelisahan, kegalauan dari kader kesehatan,” tuturnya.

Selain itu, Reni juga meminta agar Dinas Kesehatan tidak melanjutkan kebijakan hal itu, menurutnya tidak memberikan solusi terhadap kader kesehatan

“Jadi seperti itu,” katanya

Jumlah kader di surabaya, Reni melihat per 31 desember 2021 dari data Pemkot sebanyak 30.605 ribu

“Ini bisa jadi dinamis ya, mungkin kalau berubah sekitar 28.000 atau 29.000 ribuan lah, mungkin ada yang sakit dan lain sebagainya,” terangnya

Dahulu nama nama kader, kata Reni, ada kader jumantik, kader posyandu dan kader paliatif dan ketika pemerintah kota dan DPRD menaikan insentif 400.000 ribu/ perbulan yang sebelumnya 28.000 ribu / perbulan.

“Maka kader yang dulunya mungkin dobel  atau merangkap, itu dijadikan satu namanya kader kesehatan,” paparnya.

Ketika menjadi nama kader kesehatan ini kata Reni, sebenarnya para kader tidak ada tidak masalah dan bahkan informasinya mendapatkan 400.000 ribu / per bulan

“Maka kader di bulan januari dan februari melaksanakan tugasnya,” katanya

Bahkan, lanjut Reni, ada tambahan tugas terkait dengan aplikasi sayang warga, sehingga kader harus menginput dan mengecek data serta lain sebagainya

“Bahkan saya dapat info, kader pada waktu itu tidak punya HP kemudian beli HP,” katanya

Karena, menurut Reni, kemungkinan mereka menjalankan tugasnya walaupun dengan kesulitan yang ada dengan harapan akan mendapatkan insentif 400.000 ribu / per bulan

“Ketika kemarin dewan reses, ada infomasi dari kader tenyata insentifnya belum diserahkan,” katanya

Kemudian, kata Reni, beberapa anggota dewan ada yang bersuara dan protokol juga sudah menyampaikan ke pemkot akan mencairkan

“Sebelum pemkot mencairkan insentif untuk kader kesehatan, tiba tiba hari ini kepala puskesmas, camat dari masing masing wilayah itu mengumpulkan para kader dan itu saya pantau bahkan saya mendapatkan informasi bahwa ada pengurangan jumlah kader kesehatan,” ungkapnya.

Dimana kader kesehatan saat ini dirubah menjadi nama kader surabaya hebat dan Reni mengaku tidak mempermasalahkan apapun namanya.

“Saya kira enggak ada masalah,” katanya

Tetapi yang menjadi persoalan, menurut Reni, mereka yang masuk menjadi kader surabaya hebat tenyata mengurangi jumlah kader kesehatan semestinya

“Yang tadi saya bilang 1 kelurahan ada 150 an kader,” katanya.

Sehingga, kata Reni, kader kesehatan yang bekerja sejak januari hingga februari yang membayangkan akan mendapatkan insentif 800.000 ribu selama dua bulan.

“Ternyata namanya tidak masuk ke dalam SK yang berlaku mulai per januari ,” katanya

Sehingga namanya yang tidak masuk ke dalam SK itu, kata Reni, otomatis tidak mendapatkan insentif.

“Ada persoalan itu, bahwa saya berharap itu tidak dilakukan,” tuturnya.

Kendati demikian, kata Reni, hak kader kesehatan di januari dan februari yang sudah menjalankan tugasnya bahkan berharap mendapatkan tambahan tugas dengan aplikasi sayang warga.

“Itu tidak di iyakan oleh pemkot,” katanya

Untuk itu, Reni berharap kepada Dinas Kesehatan untuk tidak menjalankan kebijakan itu dan meminta untuk mempertimbangkan kembali.

Karena, menurutnya, semangat pemerintah kota sama denga DPRD ketika membahas APBD 2022 dengan sebuah narasi memberikan perhatian kepada kader kesehatan yang menjadi komitmen pemerintah kota.

“Itu adalah menaikkan insentif 400.000 ribu untuk kader kesehatan, bukan mengurangi kader kesehatan,” pungkas Reni.  (irw)