
Surabaya – Rapat dengar pendapat (RDP) digelar oleh komisi A DPRD Kota Surabaya tindaklanjut adanya aduan warga terkait penguasaan lahan Kamis (20/2/2025) siang.
Lahan berada di jalan Kemudi No 1 Kelurahan Krembangan Utara Kecamatan Pabean Cantian dihuni oleh Daisy Wilhelmina Mavis Warella berstatus sewa menyewa ke yayasan bernama Stichting Willem Versluis Surabaya.
Dalam rapat, Anneke Dorra Warella anak dari Daisy menceritakan, kakek dari ibunya menepati rumah di jalan Kemudi No 1 sejak tahun 1950 hingga sekarang.
“Waktu di zamannya kakek itu kami memang ada sewa menyewa bayar setiap bulan ke Versluis,” katanya.
Anneke mengatakan, bahwa itu antara tahun tahun 1987 – 1990 pembayaran sewa menyewa memang sempat berhenti sampai tahun 2003.
“Dan dilanjutkan kembali bahkan bertemu dengan yayasan Versluis di tahun 2003 “:katanya
Anneke juga mengaku sudah melunasi pembayaran sewa menyewa yang belum terbayarkan beberapa tahun yang lalu
“Itu sempat kami bayarkan sewa menyewa yang belum terbayarkan beberapa tahun lalu,” katanya.
Anneke mengatakan bahwa di tahun 2003 untuk pembayaran sewa menyewa setiap bulan tetap dilakukan sampai tahun 2023.
“Di tahun 2023 dari pihak Versluis datang ke rumah minta ketemu ibunya (Daisy),” katanya.
Ketika pihak Versluis meminta ingin bertemu Daisy yang dikatakan meninggal, Anneke membantah bahwa ibunya masih ada.
“Ibu masih sehat kok kebetulan lagi di rumah kakak,” katanya kepada pihak Versluis.
Jika ingin bertemu dengan ibunya, Anneke akan menjadwalkan untuk pertemuan antara ibunya dengan pihak Versluis
“Tapi kelanjutannya tidak ada,” katanya
Dalam perjalanan beberapa bulan, Anneke mendapat kabar dari tetangga bahwa ada orang yang mengukur rumahnya.
“Waktu itu saya di dalam rumah dan ketika saya keluar sudah tidak ada,” katanya
Anneke mengatakan sebelumnya mendapatkan surat dari yayasan untuk pertemuan bahkan dirinya sempat mendatangi.
“Intinya kami disuruh harus keluar dari rumah oleh pihak Versluis,” katanya
Alasan dari pihak Versluis ini, kata Anneke bahwa dirinya dikatakan belum melakukan pembayaran sewa menyewa rumah.
“Saya suruh keluar rumah di bulan maret sampai Juni tahun 2023 dengan alasan yang berbeda,” katanya
Bahkan, Anneke mendatangi sebuah tempat di belakang rumah sakit soewandie untuk pertemuan dengan pihak Versluis
“Saya bertemu tapi bukan dengan pimpinan yayasan, kayaknya seperti karyawan,” ungkapnya.
Di pertemuan tersebut, kata Anneke intinya dirinya diminta keluar dahulu bahkan dirinya dijanjikan untuk dicarikan rumah lain.
“Loh kenapa kok harus begitu,” keluhnya.
Namun Anneke menolak tegas dan dirinya mengaku mendapat tekanan hingga ditakut takuti akan didatangi oleh aparat.
“Intinya tetap kami disuruh keluar rumah,” katanya
Anneke kembali mendapatkan surat dari pihak Versluis dititipkan ke RT dengan tembusan dari kepolisian setempat.
“Bahwa nanti akan ada pengosongan rumah di jalan Kemudi No 1,” ungkapnya.
Atas surat itu, Anneke meminta bantuan kepada saudaranya hingga tidak ada kejadian pengosongan.
“Pada 8 Maret 2024 saya didatangi oleh sekelompok orang yang mengaku kuasa dari yayasan,” ungkapnya.
Atas hal itu, Anneke sengaja tidak membuka pintu karena mengingat ada orang tuanya yang berada di dalam rumah.
“Waktu itu saya minta tolong kakak saya sebagai penengah, jadi intinya mereka minta kami untuk keluar dari rumah,” bebernya.
Diantara sekelompok orang itu kata Anneke, ada salah satu orang yang mengaku membeli rumah tersebut.
“Ternyata saya baru tahu kalau ada orang yang mengaku sebagai pembeli rumah ini,” katanya
Atas kejadian tersebut kata Anneke sempat dimediasi difasilitasi oleh kelurahan krembangan Utara tapi belum ada titik temu.
“Pak lurah juga sempat bilang agar ini dibicarakan baik baik dan jangan sampai ada keributan,” katanya.
Sebelumnya, Feldo D Keppy selaku kuasa hukum Anneke mengatakan, bahwa dasar pengaduan tidak lain adalah Anneke sering mendapat intimidasi.
“Boleh kami sebutkan yaitu dari yayasan Versluis bahwa ibu Anneke diminta untuk mengosongkan rumah atas dasar sewa menyewa,” katanya.
Setelah ditelusuri Feldo mengungkapkan, bahwa status tanah atau rumah di jalan Kemudi No 1 adalah Eigendom Verponding
“Setahu saya tanah bekas Belanda setelah Indonesia merdeka terbitlah undang undang agraria tahun 1960,” terangnya
Feldo menjelaskan tanah maupun rumah bekas peninggalan belanda harus dikuasi oleh negara untuk dikonversi.
“Baik itu hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan,” katanya
Pada sebelumnya, Feldo mengaku kesulitan mendapatkan informasi status rumah yang dihuni Anneke bersama keluarganya
“Padahal ibu Anneke sempat bayar sewa menyewa sampai detik ini,” katanya
Feldo juga mengungkapkan bahwa Anneke juga pernah belum membayar sewa menyewa selama beberapa tahun.
“Tetapi kami minta jangan sampai menggunakan cara cara kekerasan,” tuturnya.
Feldo menegaskan jika tanah atau rumah milik Versluis atau yayasan sebagai pengelola
“Kalau mereka sebagai pengelola dasar diperjual belikan ke orang lain itu apa” katanya.
Maka itu, Feldo berharap dengan adanya rapat dengar pendapat ini, ada solusi yang terbaik.
“Mungkin kronologisnya akan saya serahkan kepada ibu Anneke selaku pelapor,” tutupnya.

Menanggapi itu, Andri Irawan perwakilan Yayasan Stichting Willem Versluis Surabaya mengatakan pada 8 April 2003 bahwa Daisy mengirim surat pada pimpinan yayasan
“Dan isinya adalah bersama ini kami (Daisy) ajukan permohonan untuk melanjutkan sewa kembali seperti semula hak sewa rumah di jalan Kemudi nomer 1 Surabaya,” katanya
Adapun terkait dengan tunggakan pembayaran sewa, kata Andri, Daisy bersedia untuk menyelesaikannya demikian surat permohonan ini kami buat.
“Dan atas bantuan bapak untuk mengabulkannya kami sangat berterima kasih tanda tangan ibu Daisy,” katanya
Apa yang disampaikan oleh Anneke di tahun 1950, Andri menyatakan bahwa itu memang benar, namun pihaknya memastikan itu tahun 1952 adalah surat pengajuan permohonan.
“Atas nama DS Nolle yang masih keluarga sebelum keluarganya ibu Anneke,” katanya.
Surat itu, kata Andri dibuat pada 27 Januari tahun 1950 dan diserahkan kepada yayasan.
“Pihaknya pertama adalah DS Nolle dan pihak kedua adalah DF Pea yang mana itu adalah kakek dari keduanya,” katanya
Isi surat tersebut, kata Andri penyerahan atau peralihan nama kepada keluarganya pada 27 januari 1950.
“Keterangannya ada semua pak,” ungkapnya.
Surat permohonan di tahun 1952, kata Andri dimana penghuni baru DS Pea melanjutkan untuk permohonan sewa menyewa kepada kantor Versluis.
“Semuanya sudah tertera disini dan di tahun 2023 semuanya atas nama ibu Daisy,” katanya
Di tahun 2003, kata Andri dibuatkan kesepakatan perjanjian sewa menyewa sampai tahun 2020 antara Daisy dengan yayasan yang sudah tercatat di dalam buku.
“Dan saya kirim surat apapun ke ibu Daisy lewat karyawan,” katanya
Setiap tiga tahun sekali kata Andri pihaknya melakukan pengecekan untuk memastikan bahwa apakah penyewa masih menempati.
“Setiap 3 tahun sekali wajib untuk mengetahui apakah penyewa tersebut masih menempati atau beralih ke orang lain,” katanya
Pihak penghuni, kata Andri berkirim surat meminta biaya sewa supaya dikurangi.
“Artinya nilai sewa padahal nilai sewa itu sangat kecil dibandingkan dengan yang lainya ya kita kurangi,” katanya
Akan tetapi, Andri menyebut bahwa pembayaran sewa menyewa terlambat sejak November tahun 2022 sampai Maret tahun 2023.
“Beliau tidak ada pembayaran sama sekali kepada kita,” katanya
Padahal, kata Andri, pihaknya sudah mengurangi dari total tagihan yaitu senilai hanya 1.007.000 dan semuanya sudah tertulis
“Tapi beliaunya tidak pernah datang ke kantor untuk menemui kita,” katanya
Andri membeberkan alamat kantor di jalan tambak Jati, kantor di jalan Tunjungan dan kantor yang terlama di jalan Asemrowo kali jalan
“Sebelum kita pindah kantor, kita mencantumkan alamat kantor kita yang sebelumnya,” katanya
Andri juga membantah apa yang disampaikan oleh Anneke bahwa kantor yayasan selalu berpindah pindah dan tidak menetap.
“Itu semua salah, walaupun pindah kita tetap memberikan alamat yang jelas,” katanya
Kesimpulannya, menurut Andri bahwa sewa menyewa rumah di jalan Kemudi No 1 ini bernama Daisy.
“Saya tidak ada hubungannya dengan Ibu Anneke yang tertera di saya adalah ibu Daisy dan semua yang bertanda ibu Daisy,” tutupnya.

Sementara itu Dina perwakilan BPKAD Pemkot Surabaya menyampaikan, dari BPKAD terkait tanah yang dimaksud bukan tanah pemerintah kota
“Jadi biasanya kalau rumah rumah peninggalan Belanda itu statusnya masih Eigendom, tapi monggo bisa dicek ke BPN apakah di persil tersebut sudah terbit hak atau belum,” ujarnya.
Dina menjelaskan jadi peninggalan rumah belanda atau tionghoa ketika memang nasionalisasi itu
“Mereka ini menguasakannya ke Versluis ,” terangnya
Ketika pemilik rumah itu pergi meninggalkan sisa, kata Dina mereka menguasakan rumahnya kepada Versluis untuk mengurus sewanya.
“Versluis ini sepengetahuan saya ini macamnya banyak,” katanya
Terkait pemilik rumah ini, menurut Dina perlu ditelusuri siapa pemilik sebenarnya dan apakah Versluis itu mendapatkan kuasa dari pemilik rumah
“Dari pemerintah kota sendiri tidak ada hubungannya dengan aset,” tegasnya.
Senada disampaikan oleh kelurahan Krembangan Utara dan Perwakilan kecamatan pabean cantian bahwa rumah tersebut tidak ada hubungannya dengan aset pemerintah kota Surabaya.
Rizal selaku perwakilan Bagian hukum dan Kerja Sama Pemkot Surabaya menambahkan berdasarkan fakta apa yang disampaikan oleh Daisy
“Bahwa Daisy ini mengakui diwakili putrinya keberadaan berdasarkan hubungan hukum perjanjian sewa menyewa dengan yayasan Versluis,” ujarnya
Rizal menjelaskan sehingga secara perdata memang tunduk pada perjanjian sewa menyewa
“Karena perjanjian itu merupakan undang undang dari para pihak pihak perjanjian, mengaturnya bagaimana,” terangnya
Rizal juga menanggapi apa yang disampaikan oleh BPKAD bahwa Versluis mendapat kuasa dari pemilik rumah.
“Lah itu harus dilihat alas haknya berdasarkan pengelolaan Versluis pemilik rumah itu,” katanya
Tetapi, menurut Rizal, berdasarkan PP 18 tahun 2021 di pasal 90 ayat 1 memang alat bukti terkait tanah bekas hak barat Belanda tidak berlaku.
“Dan statusnya dikuasi langsung oleh negara,” tegasnya
Jika berbicara verponding kata Rizal diharapkan harus didaftarkan untuk dikonversikan ulang sebagai syarat agar diakui di Indonesia
“Baik itu HGB, Hak Milik, Hak pakai dan lain sebagainya,” katanya
Rizal juga sepakat dengan BPKAD mungkin perlu banyak di kantor pertanahan apakah eigendom verponding yang dahulu sudah terbit alas hak yang lain yang dimiliki oleh pihak pihaknya yang lain.
“Karena eigendom verponding yang dulu di zaman Belanda apakah masih berlaku lagi berdasarkan PP 18 Tahun 2021,” pungkasnya. (irw)