Begini Proses Pasca Panen Petani Kopi Wonosalam Hingga Dapat Bantuan BI Jatim

oleh -17 Dilihat

Wonosalam – Kelompok Tani Wojo Desa Carangwulung Kab Jombang Jawa Timur membeberkan proses pasca panen kopi.

Bahkan hasil panen kopi juga meningkat setelah mendapat bantuan dari Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Timur.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua Kelompok Tani Wojo Cahya Meiyaksa menceritakan petani wojo membuat kopi yang special taste setara dengan grid satu.

“Proses dari awal petikan, harus benar benar merah matang dan masih segar, sedangkan kalau kematangan tidak bagus. jadi merahnya harus segar,” kata Cahyo. Sabtu (28/11/2020) kepada wartawan.

Setelah itu, kopi dibawa pulang di proses langsung, dan tidak boleh menunggu besok atau lusa, harus diproses langsung.

“Entah itu di ranggang dulu karena proses ada 2 macam yaitu proses kering (natural) dan basah (semi wosh / full wosh),” katanya.

Kalau natural kopi dari kebun di rambang dulu seperti dimasukan air jika ada yang mengambang bijinya jelek diambil atau disisikan

“Jadi kopi yang tenggelam setelah itu di jemur sampai kering kurang lebih satu bulanan tergantung kondisi cuaca,” kata Cahya

Kalau yang basah ada dua yakni full wosh dan semi wosh, proses yang dia lakukan adalah semi wosh.

Karena, menurut dia, rasanya lebih strong daripada semi wosh, dan kalau full wosh kopi dari hasil panen dirambang dulu sama seperti natural.

“Yang tenggelam itu nanti kulitnya di pecah, pisahkan kulit luarnya (Cerry) setelah di fermentasi kurang lebih 36 jam,” kata Cahya

Setelah itu, lanjut dia, dicuci lagi sampai lendirnya hilang baru di jemur.

Ada tiga macam kulit kopi yakni kulit kopi paling diluar dinamakan carry atau kulit yang tebal, lalu di dalamnya ada kulit cangkang atau kulit tanduk dengan nama hanskin

Dalam proses menggunakan alat berbeda – beda seperti untuk memisahkan kulit luar kopi bernama palper yang sudah dibantu oleh BI Jatim

“Alhamdulillah alatnya sudah dibantu oleh Bank Indonesia (BI) jawa timur,” katanya.

Setelah di palper lalu di fermentasi terus di cuci, kalau sudah kering, tapi masih ada kulit hatskin atau tanduk itu kalau basah ada lendir yang membuat manis.

Kemudian di fermentasi sampai mengurai setelah dijemur sampai kering namun sebelumnya dicuci lebih dahulu.

Setelah kering, kulitnya itu dikupas lagi yang dinamakan hanner atau kulit dalam (Cangkang Kering)

“Ini untuk memisah kulit kering dan kalau disana kulit basah,” katanya

Setelah dipalper, menjadi biji kopi dan biasanya ada kulitnya yang masih tertinggal di biji ada juga yang belum.

“Setelah itu di sotir lebih dulu, meskipun kulit arinya yang di dalam tertinggal nggak papa,” katanya

Karena, menurut dia, akan hilang saat di rosting melupas sendiri karena di mesin rosting ada blowernya.

“Dia (kopi) akan tipis banget dan kalau di blower akan hilang, kalau di rosting dia (kopi) akan mekar mengembang kulitnya melupas sendiri, ini untuk macam macam proses,” terangnya.

Untuk proses setara dengan grid satu, harus menjalankan standart standart apa yang dia jelaskan diatas.

“Jangan sampai salah sedikit sudah rasanya berpengaruh,” katanya.

Sebelumnya, kata dia, waktu dulu prosesnya asal asalan sehingga dari kebun memetiknya ada warna hijau, merah, dan kuning

“Digradak dijadikan satu lalu di rumah langsung dijemur kalau tidak begitu dipecah kulit saja tetapi tidak sampai semua hanya dipecah saja lalu dijemur sampai kering itu proses asalan,” katanya

Sehingga, biji kopinya terlihat seperti di rosting, sedangkan kalau grid satu saat di rosting warnanya bisa sama semua

“Mau medium, atau light warnanya cokkat bisa coklat semua,” katanya

Tetapi kalau proses asal asalan, kata dia, saat di rosting warnanya belang belang, ada kuning dan kematangan,

“Makanya harganya dari grandpin saja lumayan mahal, kalau di cafe itu harganya agak lumayan tinggi karena prosesnya beda,” katanya

Sedangkan peralatan digunakan cukup banyak, sedangkan kalau manual dia mengaku tidak mampu

“Waktu dulu sebelum dibantu oleh BI kapasitas panen sekitar 2 ton,” terangnya

Waktu Bi datang dulu, kata dia, membantu tetapi di target dimintai ada peningkatan 10 sampai 20 persen

“Alhamdulillah setelah dibantu (BI) kami ada peningkatan bukan hanya 10 persen tetapi lebih dari 20 persen,” katanya.

Karena, kata dia, ada permintaan yang cukup banyak juga dan juga dia mendapat apresiasi karena hasil proses.

“Alhamdulillah permintaan cukup banyak dan kita mudah untuk memprosesnya,” katanya

Meski permintaan banyak, dirinya mengaku tidak takut karena sudah ada pasarnya mulai dari Kediri, Malang, Jombang, Sidoarjo, Mojokerto Surabaya, Kalimantan, Lampung, dan Bali.

“Kemarin ada juga kirim tester ke singapura cuma kirimnya terlalu banyak, kita enggak mumpuni,” katanya.

Sebenarnya, kata dia, sudah cocok harganya, tetapi terkendala bahan baku, soalnya kalau proses bagus tidak bisa banyak.

“Harus ada ritme atau caranya lebih dahulu, kalau langsung di proses itu malah rusak bijinya,” katanya

Untuk mendapatkan kopi bagus, kata dia, sebenarnya yang paling utama dari petani

“Kopi paling bagus seratus persen itu dari petani,” katanya.

Karena, menurut dia, memegang peran paling banyak 60 persen dari perkebunan sampai proses pasca panen.

Kedua, lanjut dia, tukang resteri atau menggoreng hanya 30 persen yang bisa memunculkan rasa dan aroma.

“Itu (Resteri) cuma 30 persen, yang paling banyak di petaninya,” katanya.

Ketiga, kata dia, tukang menyedu kopi di cafe cafe hanya 10 persen, sebagia penguat rasa.

“Kalau dari biji, resteri dan barestanya jelek bahkan mengaturnya juga susah otomatis tidak bisa enak.

Sebaliknya, kata dia, kalau biji kopi dari petani, resteri dan barestanya bagus otomatis pasti enak

“Kalau semuanya itu bagus pasti enak juga,” tutupnya. (irw)