Keluhkan Tagihan SKPDKB, Hiswana Migas Surabaya Wadul Dewan

oleh -337 Dilihat
Foto teks: Komisi B DPRD Kota Surabaya Gelar Rapat Bersama Hiswana Migas.

Surabaya – Para Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) tergabung dalam Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) mengadu ke komisi B DPRD Kota Surabaya Senin (28/7/2025) siang.

Mereka mengeluhkan terkait adanya tagihan Surat  Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) dari Bapenda Kota Surabaya.

Dalam rapat, Sekretaris DPC Hiswana Migas Kota Surabaya Sido Winasti mengatakan, bahwa kedatangannya untuk mengadu ke komisi B DPRD Kota Surabaya.

“Jadi pada intinya kita datang ke sini ini mau curhat, mau wadul,” ujar Sido Winasti.

Ia menceritakan awal mula tahun 2023 para pengusaha SPBU mendapat tagihan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) dengan nominal cukup signifikan

“Kalau dari tahun 2019 sampai 2023 kita sudah membayar pajak reklame tersebut,” kata Sido Winasti

Namun, pada akhir bulan Desember tahun 2023, ia mengungkapkan muncul surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB)

“Dimana jumlahnya itu berkali lipat dari yang sudah kita bayarkan,” terang Sido Winasti.

Selain itu, ia membeberkan ada penambahan objek pajak yang disebut dengan lisplang ini tidak pernah disosialisasikan.

“Kalau di SPBU ada totem atau menara dengan lambang pertamina dan tulisan Pertamax, Pertalite dan lain sebagainya itu memang dikenakan pajak dan itu  kita sudah membayar,” imbuh Sido Winasti

Tetapi di tahun 2023, lanjut ia muncul tagihan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) selain di totem juga di area kanopi warna merah  keliling

“Pada awalnya itu memang tidak ada tagihan dan itu ditambahkan ke tagihan kita secara keseluruhan bahkan nominalnya itu sangat fantastis dan juga itu ditarik mundur 5 tahun ke belakang,” keluh Sido Winasti

Sedangkan yang ada di menara luar dalam mulai tahun 2019 sampai 2023 menurut ia, pihaknya sudah membayar dan lunas.

Foto teks: Pengusaha SPBU Tergabung Dalam Hiswana Migas Surabaya Wadul Komisi B DPRD Kota Surabaya.

“Jadi 99 persen SPBU itu kita sudah membayar untuk pajak reklamenya menara itu,” kata Sido Winasti

Ia juga mengeluhkan informasi yang beredar di media sosial bahwa pihak Pertamina tidak membayar atau menunggak pajak

“Jadi di sini kita bisa wadul untuk klarifikasi, bahwa kita ini tidak menunggak pajak,” tegas Sido Winasti

Ia juga menjelaskan bahwa tagihan di SKPDKB itu resmi mulai tahun 2019 sampai tahun 2023 dan sudah terbayar lunas.

“Tetapi di akhir tahun 2023 tiba tiba muncul tagihan dimana kita dibilang kurang bayar untuk menara atau totem yang ada dipinggir jalan dan juga ditambahkan dari lisplang yang muter itu,” tutup Sido Winasti.

Menanggapi keluhan tersebut, Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Mochamad Machmud, menyatakan keberpihakannya pada para pengusaha SPBU. Ia menilai Pemkot Surabaya telah melakukan kesalahan dalam implementasi Peraturan Daerah (Perda) tentang Pajak Reklame.

“Kami mendengar keluhan mereka ini sangat luar biasa. Mereka diperlakukan tidak adil dengan tagihan susulan yang mestinya tidak menjadi objek pajak tapi tetap dimasukkan,” kata Machmud.

Legislator dari Partai Demokrat ini menyoroti pengenaan pajak pada papan nama atau lisplang SPBU yang  dikenakan di seluruh sisi bangunan, termasuk bagian belakang yang tidak terlihat oleh publik.

“Yang belakang itu siapa yang lihat?  Tapi tetap saja dikenai pajak. Ini tidak masuk akal,” tegasnya.

Machmud juga menyayangkan sikap Pemkot yang langsung memberi tanda silang pada SPBU yang dianggap kurang bayar.

Menurutnya, tindakan tersebut merusak citra pengusaha seolah-olah mereka tidak taat pajak, padahal masalahnya terletak pada kesalahan hitung dari pihak Pemkot.

“Ini kesalahannya dari Pemkot, tapi korbannya pengusaha. Harusnya jangan disilang, tapi dikomunikasikan dengan baik,” ujarnya.

Sebagai perbandingan, Machmud menyebutkan bahwa definisi reklame dalam Perda Surabaya sama persis dengan yang berlaku di DKI Jakarta. Namun, implementasinya sangat berbeda.

“Di Jakarta, yang dikenakan pajak hanya tulisan ‘Pertamina’-nya saja. Tapi di Surabaya, semuanya dari depan, samping, hingga belakang dikenakan. Padahal aturannya sama persis,” pungkasnya.

Komisi B berencana akan menindaklanjuti hasil hearing ini dengan memanggil dinas terkait dari Pemkot Surabaya untuk meminta klarifikasi dan mencari solusi yang adil bagi para pelaku usaha. (irw)