OJK Tindak Tegas Fintech Peer To Peer Lending (P2P) Terbukti Melanggar

oleh

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan akan menindak tegas terhadap penyelenggara fintech peer to peer lending (P2P) meskipun terdaftar (berizin) jika terbukti melakukan pelanggaran.

“Jika terbukti melanggar, maka OJK melalui satgas waspada Investasi akan melakukan tindakan tegas dengan memutus aliran mata rantai aliran dana” ujar Anto Prabowo Deputi Komisioner Humas dan Manajemen Strategis OJK, Kamis (12/12/2018)

Anto mengatakan, bahwa keberadaan P2P merupakan bentuk alternatif pendanaan yang mempermudah akses keuangan masyarakat. Namun, selain manfaat yang bisa didapat, masyarakat harus benar-benar memahami risiko, kewajiban dan biaya saat berinteraksi dengan P2P, sehingga terhindar dari hal-hal yang bisa merugikan.

“Ini sesuai dengan POJK 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi,” katanya.

Oleh karena itu, Anto menjelaskan OJK akan mengawasi penyelenggara P2P yang berstatus terdaftar atau berizin dan hingga 12 Desember 2018 yang sudah telah mencapai 78 penyelenggara.

“Penyelenggara P2P yang tidak terdaftar atau berizin di OJK dikategorikan sebagai P2P ilegal,” jelasnya.

Anto mengingatkan, bahwa keberadaan P2P ilegal tidak dalam pengawasan pihak manapun, sehingga transaksi dengan pihak P2P ilegal sangat berisiko tinggi bagi para penggunanya.

“Kami (OJK) melarang penyelenggara P2P legal mengakses daftar kontak, berkas gambar dan informasi pribadi dari smartphone pengguna P2P,” terangnya.

Selain itu, Anto mengungkapkan, penyelenggara wajib memenuhi seluruh ketentuan POJK 77/2016 dan POJK 18/2018 mengenai Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

“Sesuai ketentuan POJK 77/2016, OJK dapat mengenakan sanksi sesuai dengan pasal 47, yaitu peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha sampai dengan pencabutan tanda daftar atau izin,” paparnya.

Mengenai pengaduan atau laporan masyarakat terkait P2P, Anton menambahkan, telah melakukan penelahaan dan telah berkoordinasi dengan P2P legal yang dipublikasikan di media telah melakukan pelanggaran.

“OJK secara tegas akan mengenakan sanksi jika memang terbukti penyelenggara tersebut melakukan pelanggaran,” tegasnya.

Anton mengimbau, kepada masyarakat agar membaca dan memahami persyaratan ketentuan dalam P2P terutama mengenai kewajiban dan biayanya. Hal yang harus dipahami adalah P2P lending merupakan perjanjian pendanaan yang akan menimbulkan kewajiban dikemudian hari untuk pengembalian pokok dan bunga utang secara tepat waktu sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak.

“Ke depan, OJK juga akan terus melakukan sosialiasi kepada masyarakat bersama para stakeholders agar literasi masyarakat mengenai kegiatan pinjam meminjam uang berbasis teknologi dapat terus meningkat, dan akan terus memonitor dan berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mengawasi perkembangan P2P dalam upaya mewujudkan industri P2P yang sehat dan bermanfaat bagi masyarakat,” pungkasnya.   (red)

Berikut Berdasarkan penelahaan OJK, pengaduan masyarakat terkait P2P terdiri dari dua hal yaitu;

1. Nasabah tidak mengembalikan pinjaman tepat waktu, yang berujung pada perhitungan suku bunga dan penagihan

2. Perlindungan kerahasiaan data nasabah terkait dengan keluhan penagihan Mengenai penanganan P2P ilegal,

3. OJK yang tergabung dalam Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menghentikan kegiatan sejumlah 404 P2P ilegal dan telah melakukan tindakan tegas kepada P2P ilegal berupa :

(A) Mengumumkan ke masyarakat nama-nama P2P ilegal
Memutus akses keuangan P2P ilegal pada perbankan dan fintech payment system bekerjasama dengan Bank Indonesia

(B) Mengajukan blokir website dan aplikasi secara rutin kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.

(C) Menyampaikan laporan informasi kepada Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum.

Masyarakat dapat mengunjungi
website www.ojk.go.id dan menghubungi kontak OJK 157 dan email konsumen@ojk.go.id untuk mendapatkan informasi kegiatan P2P dan mewaspadai keberadaan dan menghindari interaksi dengan P2P illegal.