Surabaya – Vidio viral yang beredar di sosial media (Facebook), pasien BPJS merasa kecewa dan bahkan terlihat marah atas pelayanan RSUD Dr M Soewandhie Surabaya.
Hal ini mendapat tanggapan dari wakil ketua DPRD Kota Surabaya mengatakan, bahwa sistem prosedur pelayanan seperti itu harus di perbaiki
“Sistem dan prosedur administrasi pelayanan seperti itu menunjukan ada kondisi yang memang harus diperbaiki,” ujar A Hermas Thoni Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya. jumat (06/03/2020) siang.
Penasehat Fraksi Partai Gerindra ini mengatakan, ada satu kreteria yang disebutkan bahwa rumah sakit akan mendahulukan pasien berdasarkan pada tingkat kegawatdarutan daripada antriannya.
“Sebenarnya rumah sakit harus mendahulukan tingkat kegawatdarutan pasien daripada antriannya,” tuturnya.
Thoni menjelaskan, bagaimana bisa dikatakan tingkat kegawatdaruran kalau pasien datang diterima oleh administrasi bukan seorang dokter analis.
“Gawat atau tidaknya pasien itu dari awal sudah ditentukan oleh seorang dokter analis,” katanya.
Tetapi sekarang, kata Thoni, tidak diterima langsung oleh seorang dokter analis, tapi mereka diterima oleh administrasi, padahal rumah sakit pernah menyatakan dilayani berdasarkan tingkat kegawatan.
“Tapi ini kok tidak bisa dibuktikan di dalam proses pelayanan, itu yang saya lihat,” ungkapnya.
Karena itu, Thoni menegaskan, rumah sakit harus berkaca diri atas rekaman vidio yang diunggah masyarakat sehingga vidio itu beredar luas dan menjadi viral di sosial media.
“Tuntutan pasien harus dihadapi dengan memberikan pelayanan yang baik, jangan dihadapi dengan seolah olah akan somasi (pasien),” tuturnya.
Hal itu, menurut Thoni, bukan lagi sepirit lembaga pelayanan tetapi seperit rumah sakit lebih kepada intimidasi dalam menutupi kekurangan layanan yang diberikan kepada masyarakat.
“Sepirit rumah sakit seharusnya lebih kepada pelayanan terhadap masyarakat,” tutupnya.
Vidio viral tersebut juga mendapat tanggapan dari Komisi D Bidang Kesejahteraan, pihaknya langsung melakukan klarifikasi untuk menanyatakan kebenarannya.
“Saya langsung menanyakan dan minta klarifikasi kepada direktur Rumah Sakit Dr M Soewandhie tentang apa yang terjadi sebenarnya,” ujar Khusnul Khotimah Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya.
Saat melakukan klarifikasi, kata Fraksi PDIP ini, informasi yang diterima bahwa pasien datang ke IRG pukul 14 40 wib lalu dilakukan pemeriksaan pukul 14.41 wib
“Dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan kondisi kegawat daruratan,” katanya.
Khusnul menjelaskan, setelah itu pasien diminta menunggu dengan bersamaan 7 pasien yang dalam kondisi gawat darurat membutuhkan penanganan segera.
“7 pasien itu dalam rangka upaya penyelamatan nyawa pasien,” terangnya.
Dengan adanya vidio viral tersebut, Khusnul menegaskan, ini tetap menjadi atensi Komisi D supaya Rumah Sakit Dr M Soewandhie senantiasa memberikan edukasi terhadap para dokter, perawat dan para medis lainnya dalam memberikan layanan kesehatan sesuai standart SOP,”
“Kami sering kali mendapatkan informasi disana, bahwa ada oknum dokter atau perawat tidak humble dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Komisi D berharap semoga dengan kejadian tersebut semua pihak bisa mengambil hikmah dari kejadian yang telah terjadi dan menjadikan cambuk dalam meningkatkan layanan kesehatan.
“Terutama bagi masyarakat kota surabaya tanpa membedakan kelas,” tegasnya.
Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memberikan klarifikasi soal viralnya video Ikas Choirul Iklani.
Pelaksana Tugas Direktur RSUD Dr M. Soewandhie Febria Rachmanita menjelaskan bahwa video tersebut tidak benar. Ia pun menjelaskan beberapa fakta sebenarnya yang terjadi.
“Kami pihak RSUD dr. M. Soewandhie sudah berusaha untuk klarifikasi kepada Saudara Ikas Choirul Iklani dengan mengunjungi rumah yang bersangkutan di dua alamat yang kami peroleh, tetapi rumahnya dalam keadaan kosong. Kami ada fotonya juga bahwa kami berusaha klarifikasi ke rumah saudara Ikas,” kata Febria yang juga Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya ini.
Selain itu, Feny Febria Rachmanita juga memastikan, bahwa pihak RSUD dr. M. Soewandhie sudah berusaha menghubungi yang bersangkutan melalui telepon di tiga nomor yang diperoleh pihak rumah sakit.
“Namun ternyata nomor tersebut tidak dapat dihubungi, nomornya tidak aktif,” ujarnya.
Menurut Feny, pelayanan di IGD RSUD dr. Soewandhie dilakukan berdasarkan tingkat kegawatan, bukan berdasarkan nomor antrian.
Ia juga menjelaskan data yang terekam di sistem rumah sakit, pasien datang ke IGD pukul 14.40 WIB dan dilakukan pemeriksaan pada pukul 14.41 WIB.
“Nah, dari hasil pemeriksaan itu tidak ditemukan kondisi kegawatdaruratan. Kemudian pasien diminta untuk menunggu,” katanya.
Pada saat bersamaan, terdapat tujuh pasien gawat darurat yang membutuhkan penanganan segera dalam rangka upaya penyelamatan nyawa pasien. Setelah itu, pasien dipanggil sebanyak 5 (lima) kali tetapi pasien sudah tidak berada di tempat.
“Jadi sebenarnya sudah kami panggil 5 kali dan ternyata pasien tidak ditempat,” pungkasnya. (irw)