Forum Analisis Surabaya Keluhkan Status Hukum Tentang IPT, Begini Kata Pemkot dan BPN

oleh -72 Dilihat
Foto teks: Bagian Hukum dan Kerjasama Kota Surabaya memberikan Penjelasan dalam rapat komisi A.

Surabaya – Menanggapi keluhan dari Forum Analisis Surabaya (FASIS) terkait permasalahan hukum tentang izin pengelolaan tanah (IPT) di dalam rapat digelar oleh Komisi A DPRD Kota Surabaya

Dalam kesempatannya, Arief Perwakilan Bagian Hukum dan Kerjasama Pemkot Surabaya menyampaikan ada beberapa hal yang perlu sampaikan terhadap permasalahan ini.

“Satu memang sudah ada beberapa gugatan baik itu di pengadilan negeri maupun di Pengadilan Tata Usaha Negara terkait dengan permasalahan IPT ini,” ujarnya.

Arief mengatakan, bahwa apa yang sudah disampaikan oleh Forum Analisis Surabaya ini sudah pernah disampaikan dalam gugatan baik di Pengadilan Negeri maupun di Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya.

“Tidak hanya di Surabaya mereka ini juga mengejar sampai di PT UN jakarta seperti itu,” ungkapnya.

Arief menjelaskan terhadap IPT ini memang bukan merupakan bukti kepemilikan tanah tetapi IPT ini memang hanya sebuah izin yang diberikan kepada warga masyarakat untuk memanfaatkan atau menggunakan tanah aset milik pemerintah Kota Surabaya.

“Jadi IPT memang bukan sebagai kepemilikan tanah. IPT hanya sebuah izin seperti itu,” terangnya.

Kedua terhadap peraturan daerah nomor 3 tahun 2016 lanjut Arief memang sudah pernah dilakukan pengujian dua kali di Mahkamah Agung sekitar tahun 2015 dan 2022

“Di tahun 2016 terkait dengan izin pemakaian tanah itu memang tetap sah berlaku seperti itu,” katanya.

Ketiga, Arief juga menyampaikan bahwa pemerintah kota Surabaya sudah menindaklanjuti surat dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional.

“Nomor sekian tanggal 1 Desember 2022 terkait dengan tindak lanjut penyelesaian permasalahan izin pemakaian tanah,” katanya

Intinya pemerintah kota Surabaya, Arief menegaskan sedang memfasilitasi warga masyarakat yang ingin memiliki IPT untuk menjadikannya sebagai HGB di atas HPL khusus.

“Karena kenapa diberikan kata khusus? Karena memang diberikan harga khusus untuk rumah tinggal yang tidak luasnya tidak lebih dari 200 meter persegi,” katanya

Hal itu, menurut Arief bisa menjadi salah satu opsi jalan keluar kepada warga masyarakat yang memang membutuhkan bukti kepemilikan dan tidak ingin memiliki izin pemakaian tanah.

“Jika itu adalah rumah tinggal yang luasnya tidak lebih dari 200 m² bisa mengajukan HGB di atas HPL khusus,” katanya

Tidak hanya solusi HGB tersebut tetapi juga ada solusi terkait dengan pelepasan aset di mana memang dimungkinkan aset tersebut dilepaskan.

“Berdasarkan Perda nomor Perda 16 tahun 2014 tentang kelepasan tanah aset Pemerintah Kota Surabaya,” katanya

Meski demikian, Arif menuturkan ada mekanismenya karena memang tidak dimungkinkan sebagaimana disampaikan dari Kantor Pertanahan Surabaya 1

“Tidak dimungkinkan juga bagi Pemerintah Kota Surabaya ini melepaskan langsung tanpa adanya persetujuan maupun pemasukan bagi pemerintah sebagai ganti ruginya,” katanya

Sampai saat ini, Arief menyebutkan ada dua bisa mengajukan HGB di atas HPL khusus terhadap lokasi rumah yang tidak lebih dari 200 meter persegi dan juga ada dengan menggunakan pelepasan tanah.

“Ketika itu mau digunakan sebagai industri ataupun sebagai usaha bisa juga melalui HGB HPL biasa dengan mekanisme sewa yang mana mungkin akan lebih mahal karena memang didasarkan pada appraisal,” tutupnya.

Foto teks: BPN Surabaya 1 dan 2

Sementara itu, Syaifudin perwakilan BPN Surabaya 1 menyampaikan bahwa pihaknya baru masuk di BPN Surabaya 1 mulai tahun 2022 sehingga merasa terkejut

“Jadi ketika saya ke sana (BPN Surabaya 1) kaget adanya surat hijau,” ujarnya.

Selama pengetahuannya menurut ia di tempat kabupaten kota yang lain tidak ada yang dikenal dengan surat hijau.

“Jadi sepengetahuan saya mungkin terbatas sekali terkait surat hijau ini terbit atas dasar peraturan daerah,” ungkap Syaifudin.

Artinya, menurut ia bahwa itu sudah disepakati oleh pemerintahan kota maupun DPRD setempat berlanjut sampai perubahan-perubahan hingga sekarang.

Terhadap hal tersebut, Syaifudin mengaku sempat pernah membaca atau mendengar yang disampaikan oleh wali kota Eri pada periode pertama.

“Beliau sangat bingung menyelesaikan ini, seandainya saya punya kewenangan akan saya bagi tanah itu ke warga. Itu garis besar ucapan dari beliau bapak Walikota,” ungkapnya.

Atas dasar kebingungan tersebut, kata Syaifudin wali kota Eri berkirim surat terakhir ke Kementerian ATR/BPN sekitar 13 September tahun 2022.

“Surat itu sudah dijawab oleh kementerian tanggal 1 Desember tahun 2022 dan saya yakin surat ini sudah beredar luas,” katanya.

Apa disampaikan oleh Fasis terkait surat hijau, Syaifudin berkeyakinan sudah pernah membaca ataupun mendengar tentang surat ini yang isinya

“Adalah tindak lanjut penyelesaian permasalahan izin pemakaian tanah,” katanya.

Dari situ, menurut ia sudah jelas bahwa surat hijau memang diakui oleh pemerintah kota Surabaya adalah aset.

“Mohon izin tadi yang disampaikan aset itu harus sertifikat, tidak,” katanya.

Aset itu tidak hanya bersertifikat dan aset tidak hanya berupa tanah menurut Syaifudin ada juga gedung atau bangunan yang terpisah dari tanahnya. ataupun barang bergerak lain seperti kendaraan dan sebagainya

“Setahu saya memang aset tanah – tanah di Indonesia ini amburadul,” ungkapnya.

Jika tidak salah pada sekitar tahun 2002 atau 2003, kata Syaifudin ada instruksi khusus dari Kementerian Keuangan sebagai induk atau ibu dari pemegang aset

“Yaitu untuk sertifikasi tanah khusus tanah atas aset-aset baik pemerintah kota, pemerintah kabupaten, provinsi maupun lembaga atau badan usaha milik negara maupun lembaga dan kementerian di pusat,” katanya.

Sejak itu, kata Syaifudin terjadi ada yang berbondong bondong untuk mensertifikatkan aset-aset daerah, aset-aset kementerian, aset-aset lembaga dan aset-aset badan usaha milik negara maupun daerah hingga sampai sekarang semuanya belum terdaftar atau bersertifikat

“Karena masih banyak tanda kutip bahwa aset – aset tersebut masih bermasalah dan belum clear juga,” katanya.

“Sehingga kami BPN juga tidak mau ikut ruwet di dalamnya, kami harus menunggu untuk penerbitan sertifikat itu clear dan clean,” imbuhnya.

Terkait di Kota Surabaya pihaknya sudah menyampaikan ada jawaban khusus kepada Walikota Surabaya yang intinya

“Adalah bahwa terhadap aset-aset pemerintah daerah atau pemerintah kota Surabaya bisa diberikan hak kepada warganya yaitu berupa HGB di atas HPL,” katanya.

Bahkan, Syaifudin mengaku melihat penjelasan yang disampaikan dalam rapat bahwa ada perlakuan khusus terkait jangka waktu HGB-nya.

“Yaitu kurang lebih keseluruhan adalah dalam satu siklus adalah 80 tahun yaitu pemberian hak pertama kali selama 30 tahun, perpanjangan 20 tahun dan pembaharuan haknya selama 30 tahun,” katanya.

Hal itu menurut ia bisa dimohonkan sekaligus jika untuk kegiatan atau permohonan yang lain itu biasanya bertahap 30 tahun,

“kemudian kalau habis perpanjangan 20 tahun. Kalau habis lagi bisa di pembaharuan selama 30 tahun,” katanya.

Meski demikian kata Syaifudin ada ketentuan khusus pertama adalah 200 meter persegi ini bukan harga mati sebetulnya.

“Jadi 200 ini adalah pikiran normal kita untuk warga untuk perumahan. Rumah tinggal,” katanya

Jika kegiatan yang lain untuk profit dan sebagainya menurut Syaifudin itu akan ditentukan dengan ketentuan yang lain.

“Jika sekarang kita flashback ke IPL dan seterusnya ya enggak akan selesai – selesai ini,” katanya.

Untuk itu ke depan seperti apa yang di sampaikan oleh Fasis berharap sudah terbit sekitar 39 HGB di atas HPL.

“Dan kami berharap masalah surat hijau ini selesai dengan terbitnya HGB – HGB lainnya di atas HPL mungkin itu yang bisa kami sampaikan,” tutupnya. (irw)