Surabaya – Warga Kota Surabaya tumplek-blek di Jalan Tunjungan, Surabaya, menyaksikan Festival Yosakoi dan Gebyar Tari Remo. Tari-tarian ini menjadi pembuka acara Mlaku-mlaku Nang Tunjungan yang sudah biasa digelar oleh Pemkot Surabaya.
Warga Kota Surabaya dan warga luar kota ini semakin memadati jalan bersejarah itu. Mereka menikmati berbagai makanan tradisional khas Surabaya hasil karya UMKM Kota Surabaya. Tidak hanya itu, warga juga dihibur dengan berbagai iringan musik yang dibawakan oleh beberapa grup band lokal Surabaya. Gamelan
Dalam sambutaannya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, kegiatan ini merupakan salah satu hubungan kerjasama sister city Kota Surabaya dengan Kota Kochi, Jepang. Banyak kerjasama yang sudah dilakukan, terutama Festival Yosakoi yang rutin digelar setiap tahun di Surabaya. Tarian adat dari dua kota ini punya kesamaan, yaitu sama-sama menggunakan alat saat menari.
“Kalau Tari Remo dibunyikan melalui kaki ada klintingannya, kalau Tari Yosakoi dengan alat namanya Naruko. Mari kita saksikan bersama-sama dengan gebyar Tari Remo. Bapak-ibu kalau ingin menari bersama-sama silahkan,” tutur Wali Kota Risma. Saat membuka Festival Yosakoi dan Gebyar Tari Remo,
Wali kota perempuan pertama di Kota Surabaya itu juga menjelaskan bahwa kali ini ada yang berbeda dari rangkaian acara tahun lalu. Sebab, biasa digelar di Balai Kota Surabaya dan kini dipindahkan jadi satu di acara Mlaku-Mlaku Nang Tunjungan.
Sebab, menurutnya pertunjukkan ini agar dapat dijangkau dan disaksikan masyarakat lebih banyak lagi. “Jadi satu biar lebih ramai dan semua masyarakat boleh ikutan menari bersama-sama,” lanjutnya.
Wali Kota Risma menjelaskan, melalui festival Yosakoi dan Gebyar Tari Remo ini, dia ingin menyampaikan bahwa anak-anak Surabaya untuk mencapai keberhasilan dibutuhkan kerjasama. Makanya dalam menari itu harus kompak dan menari bersama-sama.
“Diharapkan mereka bisa mengerti untuk mencapai keberhasilan itu dibutuhkan kerjasama,” tegasnya.
Sementara itu, Konsul Jenderal Jepang di Kota Surabaya Masakitani mengatakan, ini adalah festival yang meriah dan dia mengaku senang bekerjasama dengan Kota Surabaya. Ia juga menjelaskan bahwa total peserta Tari Tradisi asal Kota Kochi ini berjumlah 780 peserta. Diantaranya diikuti dari seluruh sekolah dari SD-SMA, perguruan tinggi, sampai asosiasi di Jawa Timur.
“Peserta kali ini berjumlah 26 tim. Masing-masing tim terdiri dari 30 orang jadi totalnya 780 peserta. Sebenernya kalau Tari Kochi sendiri di Jepang tiap tim terdiri dari 150 orang, namun di sini kita batasi tiap timnya,” kata Masakitani.
Menurutnya, kerjasama divbidang kebudayaan itu terus ingin berlanjut dari tahun ke tahun. Sebab, ia memastikan kegiatan semacam ini mampu meningkatkan bentuk persahabatan.
“Harapannya, meningkatkan kerjasama antara Kochi dan Surabaya dan diluaskan lagi,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya Antiek Sugiharti menambahkan, acara ini banyak perbedaan dari tahun sebelumnya. Invoasi terus dikembangkan untuk mencapai tujuan-tujuan acara ini. Diantaranya menghibur warga dan yang pasti menaikkan sektor ekonomi di kota tercinta.
“Festival Yosakoi ini sebenarnya sudah digelar sejak 2003. Biasnaya digelar di Balai Kota dan sekarang dipindah ke Jalan Tunjungan yang dipadu dengan acara Mlaku-mlaku Nang Tunjungan, sehingga diharapkan pengunjung lebih membludak,” kata dia.
Ia juga menjelaskan, yang dilombakan dalam festival ini hanya tarian Yosakoi. Sedangkan Tari Remo sendiri sudah didukung oleh beberapa sanggar yang menari bersama-sama di acara ini.
Selain itu, ada pula flashmoob dan juga ada tari joget Surabaya. Berbagai kreasi dan inovasi tambahan ini diharapkan menambah meriah acara ini. “Alhamdulillah warga Surabaya tumplek-blek malam. Kami senang, warga pun gembira,” pungkasnya. (irw/hum)