
Surabaya – Komisi A DPRD Kota Surabaya menggelar rapat dengar pendapat (RDP) tindaklanjuti surat permohonan dari Surabaya Corruption Watch (SCW) untuk audiensi dihadiri sejumlah pengembang perumahan mewah terkait pengelolaan air. Jumat (8/3/2025) siang
Yona Bagus Widyatmoko Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya mengatakan bahwa komisi A menanggapi pengaduan yang disampaikan oleh Surabaya Corruption Watch Indonesia terkait beberapa hal
“Dimana rekan rekan (SCW) ini melaporkan adanya indikasi penyimpangan dan ketidaksesuaian dalam pengelolaan air di beberapa perumahan khususnya perumahan kelas menengah atas,” ujarnya usai rapat.
Bahkan SCW, kata Yona meminta juga transparasi dalam pengelolaan air di lingkungan perumahan kelas menengah atas dan meminta untuk menghadirkan para pengembang termasuk Direktur Utama Surya Sembada, bagian hukum dan kerja sama kota Surabaya.
“Ada semacam konsensus di mana tadi kami meminta kepada para pengembang bahwa mereka ini mayoritas mengambil air permukaan,” ungkapnya.
Menurut politisi partai Gerindra ini dimana permukaan air ini tidak menjadi ranah PDAM Surya Sembada namun menjadi ranah dari PUPR maupun Dinas DSDABM
“Maka itu kami tadi menanyakan, apakah mereka memiliki izin untuk mengambil air permukaan?,” tanya Yona.
Yona menyebut bahwa ada salah satu pengembang yang mengambil bahkan memasang intake di sungai Berantas
“Dan satu lagi memasang intake di sungai Cangkir Gresik untuk dialirkan di perumahan mereka,” ungkapnya.
Karena itu, Yona menanyakan apakah ada Memorandum of Understanding (MOU) antara pihak pengembang ini dengan pemerintah kota
“Jika mereka bisa menunjukkan itu, maka ini menjadi satu hal yang bersifat legal,” katanya.
Yona juga praktisi hukum ini menjelaskan bahwa sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2019 pasal 1 ayat 21 tentang sistem penyediaan air minum (SPAM)
“Itu negara menguasai penuh diberikan kepada institusi terkait yaitu PDAM Surya Sembada,” terangnya
Yona juga menekankan kepada PDAM Surya Sembada sehingga menemukan titik temu bahkan para pengembang juga menyampaikan di dalam rapat.
“Bahwa mereka rata-rata 50% unitnya itu sudah dialiri air PDAM, sementara sebagian lagi masih menggunakan air yang dikelola oleh pihak mereka,” bebernya.
Yona juga meminta kepada negara melalui pemerintah kota hadir melakukan intervensi untuk dalam jangka waktu tertentu.
“Kedepan mereka ini punya nilai investasi yang cukup besar dengan membuat intake atau mengambil air di Sungai Brantas maupun di Sungai Cangkir,” tuturnya.
Yona juga menyampaikan kepada pengembang bahwa ke depan secara 100% pengelolaan air bersih di bawah pengelolaan PDAM tentunya dengan sebuah tahapan-tahapan.
“Jika nanti tidak serta merta 100% dipenuhi, karena sebagian sudah dikelola oleh PDAM, tinggal di upgrade ditingkatkan skalanya misalkan 75%.,” tuturnya kembali.
Untuk itu, Yona berharap kepada pengembang juga bisa Break even point (BEP) terkait dengan investasi yang ditanam.
“Nanti BEP itu di tahun ke berapa? maka di tahun itulah sepenuhnya 100% pengelolaan air harus dibawah PDAM,” pungkasnya. (irw)