Bank Indonesia terus menjaga komitmennya untuk mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Bekerjasama dengan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), Bank Indonesia menggelar The 5th Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF) 2018 yang dilaksanakan pada tanggal 11 – 15 Desember 2018 di Grand City Convention and Exhibition Surabaya.
ISEF merupakan event tahunan Bank Indonesia untuk memperkuat dan mempromosikan sistem ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia dengan 3 (tiga) pilar utama yaitu memperkuat pondasi sektor usaha syariah pada pertumbuhan yang berkesinambungan melalui penguatan halal value chain, meningkatkan alternatif pembiayaan dan kestabilan pasar keuangan syariah, komersial maupun sosial melalui ZISWAF serta mengoptimalkan kualitas pengembangan ekonomi syariah berbasis kajian dan riset.
Pada sambutannya di opening ISEF 2018, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan ada 4 (empat) hal yang telah dan perlu terus dilakukan Indonesia untuk mengejar ketertinggalan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah dibandingkan negara lain.
“Pertama, pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang beranggotakan pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan dan lembaga/pihak penggiat ekonomi dan keuangan syariah,”ujarnya,
Kedua, Perry menjelaskan, penyusunan strategi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah yang difokuskan pada 3 pilar, yaitu pemberdayaan ekonomi syariah, pendalaman pasar keuangan syariah, serta penguatan riset, edukasi ekonomi dan keuangan syariah dimana diantaranya upaya Bank Indonesia untuk mengembangkan waqf core principles, serta penyusunan kurikulum syariah, peningkatan kewirausahaan dan pengembangan gaya hidup halal.
“Salah satu perwujudan komitmen kami adalah perhelatan event bertajuk syariah selama 4 (empat) kali dalam setahun dimana pada tahun ini, Festival Ekonomi Syariah (FESYAR) di Balikpapan berhasil menggalang business matching senilai total Rp 1,7 Triliun Rupiah, sementara pada hari pertama ISEF 2018 ini, business matching telah berhasil menggalang Rp 5,1 Triliun,” paparnya.
Ketiga, Lanjut Perry mempaparkan, memperkuat sinergi antar lembaga untuk mengakselerasi ekonomi dan keuangan syariah. Keempat, kampanye ekonomi dan keuangan syariah melalui kemandirian ekonomi pesantren sebagai basis arus ekonomi Indonesia,” imbuhnya.
Memperhatikan pertumbuhan pembiayaan syariah yang cenderung mandeg setelah mencapai angka 5%, Darmin Nasution, Menteri Perekonomian Republik Indonesia mengungkapkan bahwa constrain permasalahan bukan terletak pada pembiayaan syariah, namun justru pada perlambatan pertumbuhan sektor riil syariah, sehingga diperlukan strategi dan upaya untuk mendorong sektor riil, baik dari logistik maupun infrsatruktur yang memadai.
“Pengembangan ekonomi syariah dapat berkembang cepat, jika sektor riilnya berkembang baik. Kita tidak hanya perlu mendorong perbankan syariah, namun juga mendorong kegiatan berbasis syariah,” jelas Darmin.
Hal senada, Gubernur Jawa Timur Soekarwo juga menyatakan bahwa, Ekonomi syariah di Jawa Timur mempunyai potensi yang cukup tinggi, Hal ini ditandai dengan pertumbuhan kredit syariah di Jawa Timur yang mencapai 12,38% (year on year) dan lebih tinggi dibandingkan kredit konvensional yang hanya 10,9% (year on year),” katanya.
Pada perhelatan ISEF hari pertama tersebut, dilakukan pula high level discussion “Fastabiqul Khairat melalui Pesantren sebagai Salah Satu Rantai Nilai Halal” (11/12). Pada kesempatan tersebut, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyampaikan 3 (tiga) program pengembangan kemandirian ekonomi pesantren untuk mendukung pesantren sebagai basis arus ekonomi Indonesia.
Pertama, pengembangan berbagai unit usaha berpotensi yang memanfaatkan kerjasama antar pesantren. Kedua, mendorong terjalinnya kerjasama bisnis antar pesantren melalui penyediaan virtual market produk usaha pesantren sekaligus business matching. Ketiga, pengembangan holding pesantren dan penyusunan standarisasi laporan keuangan untuk pesantren dengan nama SANTRI (Standar Akuntansi Pesantren Indonesia) yang dapat digunakan oleh setiap unit usaha pesantren,” imbuhnya.
Program kemandirian pesantren yang ditempuh didasari oleh kekuatan pesantren sebagai basis arus ekonomi Indonesia yaitu, SDM pesantren yang memiliki jumlah dan ikatan komunitas yang kuat sehingga memiliki potensi sebagai sumber permintaan dan produksi berbagai kegiatan ekonomi; daya juang pesantren yang tinggi berpotensi besar apabila dikombinasikan dengan kemampuan kewirausahaan, dan konsep pemberdayaan ekonomi pesantren sebagai bagian dari ibadah.
Selain pengembangan kemandirian pesantren, dilaksanakan pula seminar “Kontribusi Pembiayaan dan Pasar Keuangan Syariah pada Pembangunan Nasional” ISEF 2018 (11/12). Dukungan Bank Indonesia terhadap pembiayaan dan pasar keuangan syariah salah satunya dengan rencana peluncuran Sukuk Bank Indonesia.
“Instrumen ini bertujuan untuk menambah alternatif instrumen pasar uang syariah yang tradable dan dapat menjadi solusi jangka pendek kebutuhan likuiditas perbankan,” jelas
Erwin Rijanto, Deputi Gubernur Bank Indonesia pada sambutan seminar tersebut. Instrumen Sukuk tersebut akan melengkapi instrumen moneter syariah BI yang ada saat ini seperti Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Fasilitas Bank Indonesia Syariah (FASBIS), reverse repo syariah, dan repo SBSN. (red)