Surabaya – Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 4 Jawa Timur mengadakan Evaluasi Kinerja BPR dan BPRS Triwulan ll Tahun 2018 pada Kamis, (29/11/2018) di Convention Hall Hotel Golden Tulip Batu Malang Jawa Timur.
Pertemuan tersebut dihadiri Direksi dan Komisaris dari 116 BPR di bawah pengawasan Kantor Regional 4 Jawa Timur. Evaluasi kinerja ini merupakan salah satu wujud konkrit concern OJK terhadap perkembangan industri BPR di Provinsi Jawa Timur dan di wilayah kerja Kantor OJ K Regional 4 Jawa Timur.
Pertemuan tahunan kali ini mengangkat tema “Mendorong BPR menjadi Bank Yang Tangguh di Segmen Mikro dan Kecil, Tumbuh Berkelanjutan Serta Berkontribusi Terhadap Perekonomian Jawa Timur”.
Acara ini merupakan kelanjutan dari acara evaluasi kinerja BPRS yang dilaksanakan sehari sebelumnya. Dalam kegiatan evaluasi ini, OJK memberikan pemaparan mengenai perkembangan kinerja BPR sampai dengan triwulan II 2018, Penerapan Manajemen Risiko,
Penerapan SLlK serta isu-isu terkini yang terkait dengan aspek regulasi maupun dinamika industri perbankan yang perlu diperhatikan oleh Pemegang Saham dan Pengurus BPR.
Dalam sambutannya Kepala OJK Regional 4 Jawa Timur, Heru Cahyono, menyampaikan bahwa pada triwulan II tahun 2018, sektor keuangan di Jawa Timur mencatatkan kinerja yang positif, tercermin dari peningkatan volume usaha perbankan yang mencapai sebesar 6,28% (yoy),” ujarnya.
Heru mengatakan, Kinerja positif perbankan di Jawa Timur tersebut, tidak terlepas dari peran serta industri BPR yang pertumbuhan aset, DPK dan kreditnya masing- masing mencapai 6,35%, 8,74% dan 4,44% (yoy),”katanya.
Heru menjelaskan, Fungsi intermediasi BPR di Jawa Timur cukup baik dengan rasio LDR sebesar 76,31%. Risiko kredit BPR tergolong cukup tinggi, tercermin pada rasio NPL sebesar 8,12% namun rasio kecukupan modal BPR masih tergolong memadai untuk menyerap dampak risiko tersebut dengan CAR sebesar 32,68%,” jelasnya.
Lanjut Heru, diharapkan kepada Pengurus BPR di Jawa Timur untuk memperhatikan potensi peningkatan jumlah kredit bermasalah dengan senantiasa memantau secara ketat perkembangan kualitas kredit yang disalurkan. Khusus untuk BPR yang rasio NPL nya telah mencapai lebih dari 5%,” pintanya.
Selain itu, Heru menegaskan, mewajibkan BPR untuk menyusun langkah-langkah penyelesaiannya yang komprehensif dan realistis dalam sebuah rencana tindak (actionplan).
Hal tersebut sangat penting, menurut Heru, karena peningkatan jumlah kredlt bermasalah dapat secara langsung berdampak pada rentabilitas BPR yang pada akhirnya akan berdampak terhadap penurunan aspek permodalan apabila tidak diikuti dengan peningkatan modal disetor oleh Pemegang Saham,” tuturnya.
Oleh karena itu, Heru mengungkapkan, komitmen Pemegang Saham untuk mendukung kecukupan modal dan pengembangan bisnis BPR sangat penting bagi keberlangsungan usaha BPR, terutama dalam memenuhi ketentuan rasio CAR >12% serta pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp3 miliar maupun Rp6 miliar paling lambat pada (31/12/2019)
Heru juga menyampaikan concern mengenai dlberlakukannya penerapan Manajemen Risiko bagi BPR pada akhir tahun 2018 terutama untuk BPR dengan modal inti lebih besar dari Rp 50 milyar dan secara bertahap akan diberlakukan untuk seluruh BPR,
untuk itu, Lanjut Heru, BPR perlu mempersiapkan infrastruktur yang diperlukan untuk penerapan manajemen risiko, antara lain kesiapan SDM, kecukupan SOP, dan teknologi sistem informasi yang mendukung. Selanjutnya, concern mengenai rasio NPL BPR yang masih tinggi,
Karena mengingat tingginya NPL berpengaruh signifikan terhadap penilaian tingkat kesehatan BPR yang menjadi salah satu kriteria dalam penetapan status Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI). sehingga diperlukan langkah-langkah konkrit untuk menurunkan tingginya rasio NPL tersebut sekaligus mengantisipasi peningkatan NPL.
Selain itu, Heru menambahkan, terdapat beberapa BPR dengan total aset dibawah Rp 10 milyar yang belum menjadi Pelapor Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) paling lambat tanggal 31 Desember 2018, Untuk itu, BPR agar segera mengajukan permohonan sebagai pelapor SLIK kepada OJK,” pungkasnya. (red)