Surabaya – Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2022/2023 mendapat tanggapan dari DPRD Kota Surabaya.
Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya Tjuktjuk Supariono mengatakan, pihaknya melihat sistem PPDB masih memiliki problem yang sama seperti tahun tahun sebelumnya.
“Seperti masalah yang sering timbul ada pada jalur zonasi,” ujarnya. Jumat (30/6/2023) kepada wartawan.
Menurut politisi PSI ini, yang mana calon peserta didik harus tertahan oleh jarak rumah tinggal dengan sekolah negeri yang hendak dituju.
“Mereka ini tak akan pernah punya kesempatan untuk bersekolah di sekolah negeri yang diharapkan,” kata Tjuktjuk.
Ia menjelaskan, bahwa aturan PPDB tahun ajaran 2022/2023 mengacu pada Permendikbud Nomor 1 tahun 2021.
“Sementara tujuan pendidikan sebagaimana amanah Undang-Undang adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,” terang Tjuktjuk
Sehingga, menurut ia, setiap anak berhak mendapatkan layanan pendidikan yang baik dan bermutu.
“Tentu sistem zonasi dengan pemahaman ini akan melukai rasa keadilan dan bertentangan dengan semangat UU Sisdiknas,” kata Tjuktjuk.
Di satu sisi, pihaknya sering mendapat pengaduan dari warga mengenai pelaksanaan PPDB yang dianggap kurang adil.
“Karena menurut mereka (wali murid), orang membeli rumah itu tidak bisa memilih, terutama kalangan menengah ke bawah,” kata Tjuktjuk.
“Mereka membeli rumah karena keterbatasan uang, lalu menyesuaikan lokasi rumah yang bisa dibeli,” imbuhnya.
Problem sedemikian rupa ini, menurut ia akhirnya berdampak pada tindakan negatif sebagian warga dengan cara memindahkan alamat tinggal sesuai persyaratan PPDB.
“Tentu saja ini menjadi contoh yang kurang baik,” kata Tjutjuk.
Berdasarkan data di 31 Kecamatan dan 154 Kelurahan yang ada di kota Surabaya, pihaknya mengungkapkan, tidak semua kecamatan dan kelurahan tersebut
“Ternyata memiliki sekolah negeri terutama SMP,” kata Tjuktjuk
Padahal, menuruti ia perbandingan jumlah SD dan SMP, sekolah SD jauh lebih banyak yang artinya daya tampung SMPN dibutuhkan lebih banyak,
“Namun karena peraturan yang ada maka PPDB harus tetap mengacu pada pagu yang ditentukan,” kata Tjuktjuk.
Untuk itu, ia menegaskan, perlakuan sama seharusnya diterapkan kepada daerah-daerah yang berada dalam satu zona.
“Jadi, tidak lagi diukur jauh dekatnya, lalu penentuan bisa dilakukan dengan seleksi siswa dalam satu zona,” tutur Tjuktjuk.
Untuk mengembalikan ruh layanan pendidikan yang berkualitas dan bermutu serta memupuk rasa keadilan, lanjut ia pemahaman zonasi harus dimaknai sebagaimana yang tertulis dalam KBBI.
“Bahwa pembagian atau pemecahan suatu areal sesuai dengan fungsi dan tujuan penzonaan,” pungkas Tjuktjuk. (*)