Wacana Proporsional Tertutup Pemilu 2024, Golkar Surabaya : Jangan dikembalikan ke Sistim Masa Lalu

oleh

Surabaya – wacana sistim proporsional tertutup di pemilu 2024 mendapat tanggapan dari DPD Partai Golkar Kota Surabaya.

Ketua DPD Partai Golkar Kota Surabaya Arif Fathoni mengatakan, di masa lalu sistim proporsional tertutup itu dianggap tidak demokratis.

“Nah partai Golkar ini, partai yang lahir di  era orde baru,” ujar Arif Fathoni akrab disapa Thoni. Sabtu (4/1/2023) kepada wartawan

Tetapi, kata Thoni, Partai Golkar selalu mendengar suara rakyat sejak pemilu  sistim proporsional terbuka tahun 2009 yang sudah pernah dilaksanakan.

“Artinya rakyat begitu menghendaki itu,  yang sejak awal Partai Golkar menolak sistim proporsional tertutup,” tegasnya

Menurut Thoni, karena selama ini masyarakat sudah menikmati pemilu sejak tahun 2009, 2014 dan 2019.

“Jadi jangan dikembalikan ke sistim masa lalu (Orde Baru red) yang justru saat itu dianggap tidak demokratis,” katanya

Ketua Fraksi Partai Golkar ini menjelaskan, trend pemilih itu memilih caleg berdasarkan rekam jejak pengabdian kemanusian.

“Artinya kalau sistim proporsional terbuka rakyat berhak menentukan siapa yang akan menjadi wakilnya yang ada di parlemen bukan partai yang menentukan,” terangnya

Partai peserta pemilu, lanjut anggota  komisi A ini, harus menyerap kehendak rakyat yang menginginkan ada kedekatan antara yang dipilih dengan yang memilih.

“Baik kedekatan saat masa kampanye maupun kedekatan saat masa terpilih,” imbuhnya.

Hal itu, menurut Thoni, jangan ditarik hak rakyat untuk menentukan siapa yang menjadi wakilnya di parlemen.

“Jadi menurut saya, kalau sistim demokrasi terbuka ini ada kelemahan, Ya ayo kita koreksi, ayo kita perbaiki bersama,” tuturnya

Menurut Thoni, itu jauh lebih baik dibandingkan mengembalikan ke sistim pemilu yang dahulu pernah menjadi bahan kritikan.

“Karena itu menimbulkan oligarki,” katanya.

Sistim proporsional terbuka di pemilu selama ini, diakui oleh Thoni memang memakan biaya anggaran sangat tinggi.

“Ya betul (Anggaran) itu memang menjadi koreksi kita semua,” katanya

Menurut Thoni, karena sebagian orang menyakini sistim proporsional terbuka itu membuat cos atau biaya politik sangat mahal.

“Berarti partai, dan penyelenggara pemilu dan juga pemerintah ini harus berbenah,” tuturnya.

Yang menjadi hantu demokrasi selama ini, menurut Thoni, adalah money politik yang begitu telanjang, tetapi tidak ada penindakan.

“Maka teman teman Bawaslu ini mulai sekarang harus bekerja sama dengan kejaksaan dan kepolisian dalam sektor penegakan hukum terpadu,” tuturnya

Menurut Thoni, untuk bikin kursus kursus bimbingan teknis bagaimana meminimalisir potensi politik uang pemilu dalam pemilu 2024 mendatang,

“Seperti celah celahnya bagaimana dan antisipasinya bagaimana?,” tanyanya.

Selain itu, kata Thoni, partai politik juga sama untuk menyiapkan kader kader terbaiknya untuk melakukan pendidikan politik yang ingin berkarya di parlemen.

“Itu untuk tidak melakukan hal hal (Money Politik red) seperti itu,” tuturnya

Thoni menambahkan, termasuk juga rakyat dilakukan pendidikan politik agar kesadaran kolektifnya tumbuh.

“Bahwa yang merusak demokrasi adalah praktek praktek cash and carry atau beli suara dan lain lainnya,” imbuhnya.

Sehingga, lebih lanjut Thoni, agar  demokrasi tidak mengalami peningkatan kualitas maka itu, menurut ia, menjadi  bahan pembenahan, koreksi dan evaluasi bersama

“Tetapi kuncinya hak rakyat untuk menentukan siapa yang mewakilinya itu jangan diambil alih,” pungkasnya. (irw)