BERITASURABAYAONLINE.COM – Pelaksanaan eksekusi yang sukses dilakukan PN Surabaya beberapa waktu silam atas lahan di Tanjungsari 73-75 Surabaya yang dulu ditempati PT Cinderella Villa Indonesia (CVI) dan kini dikuasai PT EMKL Pandawa ternyata membuat PT EMKL menutup diri dengan awak media.
Hal tersebut terlihat saat awak media berusaha memantau aktifitas di lokasi paska pelaksanaan eksekusi terutama saat peringatan hari raya idul adha Beberapa awak media dihalangi dan sempat diusir oleh salah seorang yang diketahui bernama Reno Sarkamtomo, saat ingin meliput prosesi penyerahan daging kurban oleh manajemen PT EMKL kepada warga sekitar.
Pengusiran itu terjadi sekitar pukul 08.30 WIB ketika sejumlah awak media memasuki halaman pabrik dan menuju tempat penyembelihan hewan kurban.Tak seberapa lama, mereka didatangi Reno yang mengakui sebagai petugas keamanan dan menyuruh mereka untuk keluar pabrik. Alasan Reno karena
salah satu direksi PT EMKL Pendawa yang diakui bernama Rosa tidak mengijinkan wartawan untuk melakukan peliputan.Tak ingin berkepanjangan, akhirnya para awak media inipun memilih keluar pabrik sembari bertanya-tanya alasan pengusiran tersebut.
Timbul berbagai prediksi soal alasan pengusiran. Salah satu dugaan adalah pihak PT EMKL Pendawa tidak ingin isu telah terjadinya jual beli lahan yang awal bulan lalu telah berhasil dieksekusi tersebut.
Menurut sumber yang berhasil dihimpun, lahan seluas 25.000 meter persegi itu telah terjual kepada pengusaha pertambangan asal Batu Licin Kalimantan bernama H. Andi Syamsuddin Arsyad atau H. Isam Seperti diketahui, setelah lima kali gagal melakukan eksekusi akhirnya pihak PN mendapatkan dukungan penuh dari aparat keamanan
untuk melaksanakan eksekusi. Upaya penghadangan yang dilakukan ribuan buruh wanita yang mengantungkan nasibnya di pabrik sepatu tersebut dapat dikocar-kacirkan oleh kekuatan penuh dari pasukan dari Polda Jatim dan jajarannya.
Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang dimiliki PT CVI jelas-jelas diabaikan oleh pihak PN. Dan ekseksusi inipun sempat menuai reaksi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham). Komnasham menilai ada pelanggaran berat atas dipaksakannya pelaksanaan eksekusi tersebut. (red/uci)