Surabaya – Terkait Perwali Nomer 33 Tahun 2020 tentang perubahan atas Perwali Nomer 28 Tahun 2020 Tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada kondisi pandemi corona virus disease 2019 (covid-19) di kota surabaya.
Hal itu juga mendapat tanggapan dari Komisi D mengatakan, adanya perubahan Perwali nomer 28 ke 33 ini menekankan tambahan seperti pasal jam malam dan persyaratan membuka perekonomian.
“Contohnya Rumah Hiburan Umum (RHU) ada beberapa memang masih tidak diperbolehkan (Buka) di Perwali nomer 33 ini,” ujar Akmarawita Kadir Sekretaris Komisi D Bidang Kesejahteraan Rakyat DPRD Kota Surabaya. Kamis (16/07/2020).
Perwali nomer 33 Tahun 2020, dari pandangan komisi D dinilai bagus menekankan protokol kesehatan di beberapa tempat hiburan, tetapi, kata ia, sedikit membingungkan.
“Khususnya di tempat tempat hiburan (Umum) yang awalnya sudah berjalan (Buka) perekonomian, ternyata di Perwali 33 ini malah tidak diperbolehkan (Buka), karena itu termasuk perkecualian,” kata Akmarawita.
Sekretaris Fraksi Golkar ini berharap, kalau memang membuat perwali seharusnya tidak ada perkecualian, dan kalau memang tidak boleh (Buka), tentunya semuanya tidak boleh (Buka).
“Memang sedikit sulit, karena protokol kesehatan ini kontradiksi dengan keinginan untuk menumbuhkan ekonomi khususnya di kota surabaya,” kata Akmarawita.
Perwali (33) ini, menurut ia, seharusnya tetap bisa membuka khususnya di tempat tempat hiburan, tetapi yang perlu diperketat di dalam Perwali (33) ini adalah Protokol kesehatannya.
“Disini (Perwali 33) memang ada protokol kesehatannya yang penting untuk semua sendi sendi kehidupan,” kata Akmarawita.
Sendi kehidupan ini, kata ia, ada tiga (3) yang harus diperhatikan yakni Ventilasi, Durasi, dan Jarak (VDJ) atau disingkat dengan Protokol kesehatan VDJ, pada prinsipnya adalah semua protokol kesehatan berbasis ilmiah yang sudah diteliti oleh para pakarnya.
“Jadi Perwali (33) ini harus mengikuti basis basis ilmiah, bisa berkoordinasi dengan akademisi, ahli ekonomi dan lain sebagainya,” tutur Akmarawita.
Jadi Perwali (33) ini, kata ia, jangan sampai menambah covid yang sudah banyak dan perekonimian bertambah buruk yang pernah terjadi di negara singapura sehingga akhirnya minus (-).
“Jadi protokol kesehatan VDJ ini bisa membuka tempat hiburan, tapi ventilasi harus bagus tidak dalam ruangan tertutup, mungkin dikasik exhaust sehingga ventilasinya bagus,” tutur Akmarawita.
Lanjut ia, soal durasi artinya lamanya buka atau beroperasi tempat hiburan harus dibatasi misalkan biasanya tutup jam 02 malam bisa dibatasi sampai jam 24.00 malam.
“Terakhir adalah jarak, bagi pengunjung datang biasanya 50 orang bisa dibatasi 25 orang dengan waktu (Durasi) yang dibatasi juga, 25 orang dulu selesai keluar lalu 25 orang lagi masuk jadi seperti itulah yang harus diatur dalam Perwali,” tutur Akmarawita.
Sehingga, kata ia perekonomian di kota surabaya tetap berjalan tetapi protokol kesehatan tetap terjaga ketat, dann bagaimana supaya ketat protokol kesehatan VDJ ini harus dipantau ada gugus tugas yang memantau.
“Dan perlu diketahui protokol kesehatan VDJ ini saling berkesinambungan,” kata Akmarawita.
Kalau misalnya ventilasi, durasi, dan jarak (VDJ) bagus, tetapi masih berkerumun, menurut ia, itu tidak boleh, dan VDJ ini diperkuat sehingga karyawan karyawan yang dirumahkan bisa bekerja kembali.
“Mereka bisa beli pulsa untuk anak anaknya yang mau sekolah sehingga semunya berjalan seperti biasa tetapi protokol kesehatannya diperketat,” kata Akmarawita.
Terkait rapid test disinggung juga di Perwali, ia berharap jangan asal rapid test, dan bahkan ia pun sudah mendengar Kemenkes mengeluarkan soal rapid test itu hanya keadaan keadaan tertentu saja.
“Jadi tidak semua orang datang masuk harus di rapid test apalagi sekali rapid test mungkin 150 ribu, tapi bagi orang tertentu 150 ribu bisa buat beli beras dapat berapa kilo dan ini yang harus dipekirkan oleh pemerintah kota,” kata Akmarawita.
Ditanya menanggapi adanya larangan RHU tidak boleh buka, ia mengatakan, itu seperti lingkaran setan, misalkan tempat usaha ditutup tidak boleh beroperasi dan karyawan tidak bisa bekerja bisa berdampak kepada anak anaknya saat sedang masuk sekolah.
“Kalau tingkat setreser tinggi maka mudah tertular penyakit, bisa saja angka covidnya tinggi gara gara streser tinggi, jadi kalau bisa itu (Perwali) ditinjau kembali,” kata Akmarawita.
Ditanya apa langkah komisi D apakah akan mengundang Disparta Kota Surabaya, ia menjelaskan, akan merapatkan internal lebih dahalu dengan teman teman komisi D dan diharapkan ada titik tengah.
“Agar karyawan karyawan ini yang punya keluarga dan kehidupan kalau tidak bekerja untuk memenuhi kebutuhan anak anaknya sekolah dan sebagainya,” pungkas Akmarawita.